Tags

, , , , , , , , , ,

Suatu momentum teradakan niscaya karena ada sebab, maka ada akibat. Ada upaya, ada hasil. Satu momen keberhasilan berasal dari pemfokusan pemikiran dan pekerjaan. Dan apabila ada hambatan maupun kegagalan, niscaya itu berasal dari kekurangan pengetahuan ataupun keahlian sehingga menjadi kesalahan atau kelalaian, sehingga menjadi kendala atau kegagalan. Berdoa pun menjadi andalan untuk mengatasi kendala ataupun kegagalan. Manusia biasanya baru berdoa kalau mendapati kendala ataupun kegagalan, padahal Tuhan suka mengabulkan doa melalui timbal balik pahala kebajikan atau pahala prestasi baik.

Ora et labora adalah motto yang kuyakini sebagai Dalil Tuhan atas Regulasi-Nya terhadap pemberian Rahmat-Nya atau Berkah-Nya karena aku sudah terbiasa mengalami dinamika Sistem-Nya itu. Aku sering mengalaminya, maka aku menyimpulkan bahwa tak ada doa yang dikabulkan kecuali bila ada prestasi baik yang dihasilkan.

Demikian aku sudah terbiasa mengenali Sifat Tuhan itu sebagaimana Pertimbangan Tuhan dalam memberikan Karunia atau Berkah-Nya, selalu berlandaskan keberhasilan menjadikan suatu prestasi atau setidaknya ada kebajikan yang pernah diadakan, disadari maupun tak disadari, tapi Tuhan senantiasa mencatatnya.

Maka menurutku naluri terhadap kebajikan hendaknya terasah, supaya terbentuk keinginan yang substansial dalam diri dan jiwa untuk menjadi suatu kecenderungan atas kebajikan. Karena sekarang aku sudah meyakini bahwa buah kebajikan itu kuibaratkan seperti pengganti uang untuk membeli sesuatu yang kita inginkan dari Tuhan.

Tak kujadikan pengibaratan ini kalau aku tak berpengalaman atas hal itu, selayak semuanya harus dipahami sebagai regulasi sistem pengabulan doa atau pemberkatan dari Tuhan. Untuk itu kita tak dalam posisi bargaining, karena Ketentuan Tuhan itu sudah baku. Ada kebajikan, ada pahala. Ada pahala, ada rahmat. Demikian proses penalaran jalan turunnya Rahmat Tuhan harus kita ketahui supaya kita tak sia-sia berdoa.

Dalam upayaku mencerna buah kebajikan dan risiko kesalahan, aku menemukan substansi idealisme Kemahapemurahan Tuhan dan Kemahapengujian Tuhan. Itu karena aku sudah sering mengalaminya sendiri melalui ujian-ujian yang diadakan-Nya terhadapku berupa kesulitan yang memanikkan dan yang membuat kami kehabisan akal.

Dan Tuhan selalu sampai pada titik kemaksimalan Ujian-Nya yang tak bisa ditawar, dan selalu telak dapat menyanggupkan kami nyaris putus asa sampai terisak. Namun, bila kita bisa bertahan dalam kebenaran sikap dan kesucian tekad dan kemudian berdoa memohon kepada-Nya jalan keluar, demikian setelah itu keadaan menjadi cair dan jalan keluar pun datang dengan sendirinya dan mengucurlah segala hikmah yang dalam dan berharga dari peristiwa itu.

Tapi kalau kita tak hati-hati dan tergoda melanggar Ketentuan-Nya karena keterdesakan, maka kegagalanlah yang akan kami dapati. Dan demikian di antara Komunitas Eden ada yang dikeluarkan karena tergoda melakukan hal-hal yang melanggar perjanjian dengan Tuhan.

Pada dasarnya kegagalan menempuh Pensucian Tuhan di Eden, ternyata penyebab yang terbanyak adalah karena memperturutkan keinginan saja. Dari sana aku belajar untuk menghindari keinginan-keinginan yang mendesak, yang sesungguhnya hanyalah aksesoris keinginan yang tak penting-penting amat.

Kami ini sudah harus membiasakan diri melakukan adjustment dengan Peraturan Tuhan di Eden yang altruis dan asketis, mementingkan pengabdian dan rasa kasih pada sesama dan meninggalkan keduniawian. Padahal sementara itu Tuhan senantiasa memenuhi kesejahteraan kami. Dan setara dengan itu, kami pun senantiasa menikmati kebahagiaan hakiki seutuhnya. Maka untuk apalagi nekoneko memperturutkan keinginan-keinginan yang mengindikasikan keegoan semata?

Dalam mencerna motto ora et labora, aku kemudian sampai kepada suatu ontologi memahami hakikat hidup. Bahwa kehidupan itu harus ditempuh melalui jalur yang ramah rahmat, yaitu hidup di antara kebajikan-kebajikan yang tidak semu. Sebab refleksi kehidupan yang ramah rahmat itu harus diterangkan dalam ideologi yang rasional, bahwa hidup tanpa kesalahan atau dosa menjamin kita selamat dan hidup bahagia di bawah Lindungan Tuhan.

Demikian motto ora et labora diimplementasikan dalam keseharian hidup kita. Bahwa Rahmat Tuhan itu harus kita bayar dengan pahala kebajikan dan berdoa hanya kepada-Nya, Tuhan Yang Maha Esa. Dua puluh tahun aku sudah berada di dalam Takdir yang diadakan Tuhan untukku, maka motto ora et labora itu kurasakan sebagai guru yang menuntunku.

Bahwa sebelum ada prestasi, takkan ada berkah. Maka kalau berdoa tanpa prestasi, itu seperti berdoa kepada angin lalu. Sebab Dia tak pernah menjawab doa sebelum ada prestasi yang kami adakan untuk-Nya. Seperti halnya kita harus melampaui Ujian-Nya dahulu dengan sukses, baru Dia kemudian memberikan Karunia-Nya melalui apa yang sesungguhnya diam-diam kami inginkan. Dan Dia melihat itu, dan dijadikanlah hal itu sebagai hadiah untuk kami setelah lepas dari ketegangan dan kesedihan.

Bahwa tanpa berdoa pun, sesuatu yang sangat kami dambakan itu akan dijadikan-Nya sebagai surprise, sesaat setelah  kami dapat memecahkan kesulitan yang merongrong kami dan menjadikannya suatu prestasi. Aku sangat meyakini hal itu karena sudah kurasakan berkali-kali bahwa kita harus menebus pengabulan doa melalui pahala kebajikan atau prestasi. Berarti itu kita harus bekerja.

Tuhan tak pernah abai pada setiap prestasi, bahkan melalui prestasi yang tak kupentingkan sekalipun Dia tetap memperhitungkannya. Segala sesuatu bila itu menyangkut pada suatu hasil karya yang disertai ketulusan, bagi Tuhan itu adalah suatu yang istimewa dan yang harus dicatat-Nya untuk dijadikan pengabulan doa, atau suatu kemudahan atau bisa menjadi penuntasan. Karena penuntasan itu adalah kesimpulan suatu keberhasilan atau penyempurnaan.

Sebelum aku mengetahui hal itu, aku masih bermain di dalam penalaran yang canggung kalau menghadapi tantangan kesempurnaan ketulusan. Itu karena aku masih bingung bagaimana aku harus menempatkan diri, supaya kesempurnaan ketulusan itu tak pernah menjadi bagian dari pamrih. Karena pamrih itu selalu masih saja ada walau hanya selintas sekalipun.

Bagaimana bisa menghilangkan hal tersebut, demikian aku belajar melalui Cara Pandang Tuhan dalam memberikan Berkah-Nya kepada manusia karena ternyata Tuhan itu lebih suka memberikan Berkah-Nya kepada orang yang memberikan ketulusannya yang sempurna, bisa juga dikatakan sebagai ketulusan yang lugu. Betapapun semua persoalan baru bisa diatasi dengan baik bilamana ada uluran bantuan dari suatu ketulusan dari mana pun arahnya.

Tuhan ingin menilai ketulusan kami berkorban untuk-Nya. Semalaman kami pernah tidur di atas rumput di Monas. Bertahan dalam kesabaran menunggu Ketentuan Tuhan berikutnya. Tapi Tuhan diam saja, menunggu kami kehabisan kesabaran.

Nun, kesabaran itu ternyata mahal sekali kalau melalui ujian dipermalukan Tuhan. Seperti halnya Mukjizat Eden terbuka justru ketika kami mengalami peristiwa yang amat mempermalukan di Monas tempo hari. Tanpa peristiwa itu, Mukjizat Eden belum bisa terbuka. Demikian Dia mengarahkan kami sampai kepada peristiwa itu, dan itu adalah suatu peristiwa yang amat mempermalukan kami semua yang tak bisa kami lupakan.

Bahwa Tuhan menganggap hal itu sebagai suatu langkah maju yang diinginkan-Nya dari kami. Dan Dia memaksakan mengadakan hal itu dalam rangka agar kami dapat memenuhi Persyaratan-Nya untuk membuka Mukjizat Eden. Demikian Dia mengaburkan Keinginan-Nya terhadap kami, sampai kami tak menyadarinya ketika Dia mengarahkan kami untuk selalu fokus mengikuti jalan yang diarahkan-Nya tersebut, padahal Dia sesungguhnya sedang memasukkan kami ke dalam proses cum laude dalam ujian ketegaran iman yang akan amat mempermalukan kami.

Seperti inilah yang kumaksudkan bahwa Tuhan tegar dalam mengadakan Ujian-Nya kepada kami. Dia mampu menggiring seluruh daya dan upaya kami, dan segenap pengorbanan dan pengabdian kami sampai ke titik Tujuan-Nya yang sangat muskil itu. Dan kami memang terjebak di dalamnya tanpa penyesalan apa pun. Karena sesaat setelah itu, di dalam isak tangisku kepada-Nya, Dia menjelaskan semuanya kepadaku terkait Tujuan-Nya yang sesungguhnya. Dan aku pun bisa pulih seketika karena Dia memperlihatkan satu persatu Hadiah-hadiah-Nya kepada kami setelah itu.

Tapi itu pun tak berselang lama karena kemudian kami memasuki Ujian-Nya yang lainnya lagi, yang tak kalah beratnya. Namun seperti biasa, kalau kami bertahan tetap di dalam Peraturan-Nya dan di dalam perjanjian kami kepada Tuhan, lagi-lagi kami merasakan Hadiah-hadiah-Nya. Demikian Dia sesungguhnya sengaja mendesakkan kepada kami, kepada ujian-ujian yang berat dan beruntun demi agar kami dapat memenuhi Kriteria Tuhan untuk membuka Mukjizat Eden.

Pola Ujian-ujian-Nya silih berganti wujud dan esensi, dan selalu tak terduga dari mana datangnya. Tapi begitulah Tuhan Maha Menguji dan konsisten sekali, seakan tiada hari tanpa ujian.

Pernyataanku jangan menjadikan Anda gentar untuk disucikan Tuhan, karena apa yang terjadi di masyarakat luas adalah sama. Semua juga mengalami Ujian dan Pengadilan dan Penghakiman Tuhan. Hanya saja di Eden ada komitmen, maka ada penerangan dan pencerahan. Tuhan menerangkan hasil Seleksi-Nya dengan mengungkapkan alasan-alasan yang mendasarinya.

Jadi kami pun tahu apa sesungguhnya yang ditegaskan Tuhan dan apa yang disalahkan dan apa yang dibenarkan-Nya. Jadi kami tak awam dalam berkontemplasi merenungi prinsip-prinsip rasional konsep Pengajaran Tuhan yang terkini, yang senantiasa turun setiap hari.

Pengalaman-pengalaman pahit akhir-akhir ini ternyata ditujukan Tuhan sebagai kunci pembuka Mukjizat Eden. Demikian Ujian-ujian Tuhan itu seakan didesakkan kepada kami, karena ternyata dunia akan mengalami banyak masalah-masalah genting yang harus ditangani melalui Mukjizat-Nya. Di antaranya adalah teror bom Paris yang kini sudah mengakibatkan teradakannya koalisi global untuk penyerangan besar-besaran kepada ISIS dan terorisme lainnya.

Bahwa konsekuensi dari teror yang mengglobal itu pun memunculkan ide koalisi global untuk penumpasan teroris. Dan itu amat menakutkan. Nun, itu tak bisa terhindarkan lagi ketika PBB sudah terpaksa menetapkan dekritnya yang melegalkan pembasmian kepada ISIS melalui segala cara. Terpaksa kita harus merenung, apa yang akan terjadi di dunia ini? Kata-kata “dengan segala cara” itu menandakan akan segera datang masa-masa genting dan memanikkan dunia.

Demikian Keterdesakan Tuhan untuk segera menangani masalah dunia itulah yang memojokkan kami harus melalui Ujian-ujian berat-Nya yang amat menistakan Eden. Termasuk penistaan yang dilakukan oleh Marzani Anwar dan Aminuddin Day. Ketiga penistaan itulah yang akhirnya membuka Mukjizat Eden yang tak memiliki pembatasan.

Dan itu adalah kemudahan untuk kami dalam menghadapi segala hal. Bahwa kondisi keadaan dunia sekarang ini penuh dengan pelanggaran dan saling menimpali dan menjadi sengkarut global yang tak berpeluang dapat diurai menjadi perdamaian dunia.

Mukjizat Eden yang sudah terbuka tak terhadirkan untuk menjawab hal-hal yang sentimental, seperti halnya peramalan nasib atau untuk pemberkatan hari pernikahan, atau agar seseorang yang terlilit hutang bisa membayar hutangnya dan lain-lainnya yang semacam itu. Karena Eden diturunkan ke Bumi ini adalah demi untuk penyelamatan atas Bumi dan semua orang di dunia, dan menciptakan perdamaian dunia.

Mukjizat Eden baru terfungsikan bila terdapat kesulitan yang tak bisa terurai yang menjadi masalah internasional dan nasional. Peranan Mukjizat Eden baru dapat ditengarai bilamana ada masalah berat yang mencuat dan yang disoroti dunia. Dan kami dititahkan Tuhan untuk berdoa di hadapan publik sebagaimana rekaman doa kami selama ini telah dipublikasikan melalui Website Eden.

Demikian sejak saat itu, segala kendala dalam pekerjaan dapat kami atasi dengan berdoa kepada Tuhan saja. Tapi jangan harapkan kami bisa datang memenuhi undangan kenduri demi mengadakan pemberkatan. Tak ada pemberkatan yang diperkenankan Tuhan dapat kami lakukan. Segala pemberkatan hanya teradakan oleh Tuhan.

Kami ini dikedepankan hanya untuk menjadi figur perantara Wahyu-wahyu Tuhan. Dan kalau pun kami didaulat untuk berdoa, tentu karena kami sudah dapat perkenan dari Tuhan. Namun Ketentuan Peraturan Tuhan di Eden masih bisa dinegosiasikan kepada Tuhan. Itu tergantung pada bargaining yang teradakan dari satu pihak atau beberapa pihak yang menginginkan kami menyampaikan suatu yang diharapkan mereka kepada Tuhan, dan kami pun akan menyampaikan apa Perkenan Tuhan. Demikian kefungsian kami. Jadi jangan memberhalakan figur kami walau melalui kamilah komunikasi dengan Tuhan itu bisa berjawab secara langsung.

Tuhan sudah berkenan mengadakan suatu sistem atas Eden, bahwa setiap masalah penting dan genting di dunia yang ditangani Tuhan niscaya tertuang melalui Wahyu-wahyu-Nya di Risalah Eden maupun Website Komunitas Eden. Jawaban-jawaban Tuhan atau konklusi Pendapat-pendapat Tuhan bisa diadakan melalui Titah-Nya kepada kami untuk berdoa di hadapan publik melalui Website Eden. Dari materi doa yang dituntunkan Tuhan kepada kami, itu pun bisa merupakan jawaban dari Tuhan.

Demikian kala Tuhan ingin turun tangan mengatasi masalah dunia yang sedang merongrong, maka cukuplah Dia menyuruh kami berdoa menurut Ketentuan-Nya dan merekamnya, kemudian merilisnya ke publik melalui Website Eden atau dalam Risalah Eden.

Dan terbukalah jalan itu, dan kondisi keadaan dunia pun akan menjalani alur sebagaimana isi doa yang dititahkan Tuhan kepada kami untuk kami nyatakan ke publik dunia. Isi doa yang ditetapkan oleh-Nya itu terolah oleh alam dan kalau isi doa itu datang dari-Nya, maka itu merupakan fixed plan yang dituju. Doa yang bebas hambatan itu niscaya mengalir menuju ke pengabulan doa.

Seyogyanya semua orang harus tahu bahwa Pertolongan Tuhan itu niscaya bisa dimohonkan kepada-Nya, selayak Tuhan selalu ingin mengatasi segala persoalan umat manusia, namun sesuaikanlah Regulasi Tuhan atas pemberian Rahmat dan Pertolongan-Nya dengan kriteria Ketentuan-Nya atas pemberian Rahmat dan Pertolongan-Nya.

Ora et labora menginspirasikan kepadaku bahwa motto itu harus dieja sebagaimana aku mengejanya melalui pengalaman-pengalamanku sendiri. Bahwa kalau ingin Tuhan mengabulkan doa Anda, jangan pernah hanya merengek kepada Tuhan tanpa memiliki apa-apa untuk menebus pengabulan atas doa Anda itu. Karena harus ada pengorbanan dan upaya sungguh-sungguh untuk mencapai suatu prestasi terlebih dahulu. Dan harus ada penaklukan diri untuk mengutuhkan kebenaran dan kesucian prestasi demi untuk meraih kemakbulan doa.

Demikian berdoalah dan bekerjalah untuk Tuhan atau untuk kebajikan yang bermaslahat, maka barulah Tuhan membalaskan hal itu dengan pengabulan doa dari-Nya.

Sering aku berpikir bahwa ketulusan itu tak selalu bisa kita peroleh secara murni karena selalu ada saja pamrih yang disadari maupun tak disadari mengait kepada apa-apa yang kita kerjakan. Bahkan menjalankan Amanat Tuhan pun terkadang terbersit di hati ini ingin Tuhan melihat pengabdian dan pengorbanan kita selaras dengan keinginan membahagiakan Tuhan.

Nun, Tuhan lebih suka ketulusan itu disertai dengan kerendahan hati dan ketulusan mengabdi tanpa mengharapkan apa-apa dari Tuhan, sebagaimana ketulusan itu harus berada di titik nadir keinginan, dengan demikian ketulusan itu baru bisa murni.

Demikian Tuhan menyatakan kepadaku, “Jadilah duri untuk bunga mawar dan jangan jadi aroma harumnya, kalau kau hanya ingin dipandang cantik dan beraroma harum. Tapi kalau kau jadi durinya, kau menjaga kecantikan dan bau harum bunga Mawar. Kalau kau menjadi orang yang tak penting tapi berguna, demikian perananmu itu justru yang menjadikanmu mulia.”

Menjadi duri tak disukai, tapi dia ada di tangkai bunga mawar yang indah dan berbau harum. Adapun kala lagi berperan menjadi orang yang harus menjaga kebenaran dan kesempurnaannya, maka harus mau dikritisi ataupun dicerca. Seperti duri tangkai bunga mawar yang niscaya dianggap membahayakan jari tangan yang ingin memetik bunga mawar.

Dan jadilah seperti duri tangkai bunga mawar untuk kebenaran yang indah dan aroma kebenaran yang harum semerbak karena di sana niscaya berkerumun orang-orang yang menginginkan aroma dan keindahan kebenaran itu untuknya. Adapun agar kebenaran itu tetap sempurna, maka ia harus dijaga keindahannya karena selalu ada orang yang ingin merampas keindahan kebenaran itu untuk diidolakan menjadi ‘kebenarannya’ saja.

Demikian kebenaran itu tak bisa mandiri lagi, keindahannya bisa terkoyak, keharumannya bisa hilang kalau diperebutkan dan bisa dimenangi oleh orang yang kurang bertanggung jawab dan yang tak beriman. Demikian untuk itu dibutuhkan penjagaan kebenaran dengan ketulusan yang sempurna, supaya Tuhan memberkati ketulusan itu menjadi Pengayoman-Nya.

Quote dari Tuhan ini mengingatkan kita bahwa kita harus menjauhi keinginan dipuji dan dimuliakan supaya tak terjerumus kepada kemunafikan. Karena itu dapat membuat seseorang melakukan suatu kebajikan hanya karena ingin jadi terpuji, dan bukan untuk kebajikan semata.

Tapi apa salahnya menjadi terpuji oleh perbuatan baik? Betapapun kesempurnaan ketulusan memapankan kebajikan itu selama-lamanya mulia. Dan betapapun pujian itu memabukkan dan bisa melunturkan, bahkan bisa menghapuskan nilai-nilai kebajikan itu sendiri.

Adapun ketulusanlah yang membuat pahala kebajikan itu berharga karena pahala kebajikan itu bisa ditukar Tuhan menjadi suatu karunia yang berharga kepada seseorang dan akan diberikannya tepat pada waktunya dibutuhkan. Semua prestasi baik, awal mulanya niscaya melalui suatu kebaikan dan perbuatan kebajikan yang tulus.

Nilai-nilai itu baru bisa tertanam apabila kita benar-benar sangat mensyukuri adanya ketulusan. Ketulusan bersabar, ketulusan berbuat baik, ketulusan jujur, ketulusan memberikan perhatian, ketulusan bekerja, ketulusan bertawakal dan ketulusan menghadapi Ujian-ujian Tuhan. Perhatian Tuhan selalu bisa kita amati melalui Sikap-Nya terhadap pengorbanan dan pengabdian yang tulus.

Dan Dia selalu akan menguji kita kalau di dalam pengorbanan pengabdian yang kita kira sudah tulus, namun nyatanya diam-diam masih menyimpan suatu keinginan. Seberapa pun di dalam keinginan itu belum ada kesalahannya, akan tetapi pada suatu tahapan tertentu, Tuhan menginginkan ketulusan itu lugu dan sempurna. Dan kalau Tuhan melihat kita masih menyembunyikan suatu keinginan padahal Dia menginginkan kita harus sampai kepada ketulusan yang sempurna, maka Dia selalu punya cara untuk menyanggupkan kita menyadari kesalahan kita itu.

Sebagaimana kala Tuhan menyuruhku menuliskan Wahyu-Nya, dan aku bergegas karena ada suatu keinginan yang terkait dengan keinginanku untuk membuktikan aku benar-benar menerima Wahyu Tuhan dan aku ingin membuktikan bahwa aku tidak sesat. Padahal waktu itu Tuhan di dalam memberikan Wahyu-Nya, Dia menghendaki aku menuliskan beberapa hal yang sepertinya tak terkait dengan keinginanku melepaskan diri dari tuduhan sesat itu.

Lalu, aku merasa Wahyu yang kutuliskan menjauh dari subyeknya, dan aku seperti menuliskan sesuatu yang kukira bukan Wahyu Tuhan karena aku tak bisa menangkap esensinya yang sebenarnya. Dan kemudian aku berhenti menulis dan istirahat. Ternyata kemudian Wahyu Tuhan yang diberikan kala itu justru ditujukan untuk mensucikanku dari keinginanku itu, maka Dia menguji kesabaran dan ketabahanku, dan sekaligus Dia ingin membawaku menemukan esensi yang lain yang ingin diajarkan-Nya kepadaku.

Maka Wahyu-Nya itu pun terarah memutar jauh, sehingga aku harus melupakan tema yang sebelumnya yang sudah kutuliskan dan aku mengikuti tema baru yang diadakan-Nya. Walaupun demikian, aku masih saja tetap tak mengerti ke mana arah yang dituju oleh-Nya. Demikian aku sulit memprediksi ke mana arah yang dituju-Nya. Itu karena tema yang sebelumnya lebih menarik hatiku.

Salahkah aku kala aku lebih menginginkan meneruskan tema yang sebelumnya? Padahal aku tak tahu kalau nyatanya kemudian tema baru itulah yang justru lebih mengena untuk menyatakan kami ini tak sesat. Nun, begitulah Tuhan lebih tahu apa-apa yang terbaik dan Maha Tahu apa yang menjadi Program-Nya. Tapi akulah yang kerepotan sendiri karena mengira Tuhan sedang menguji kesabaranku.

Kalau sudah seperti itu, aku merasa kepalaku kliyengan dan penalaranku pun seakan mampat dan tak bisa berpikir lanjut. Kalau sudah seperti itu, aku mencari pekerjaan lain yang bisa membuatku tercerahkan. Melarikan diri dari subyek yang tak kumengerti itu sering kulakukan karena pengetahuanku memang sangat terbatas.

Mencari kata-kata yang sesuai dengan Wahyu Tuhan itu tak mudah karena pendalaman makna Wahyu Tuhan itu bisa saja di luar penalaranku, bahkan di luar ilmu pengetahuan manusia. Maka aku harus berhenti sampai di situ dahulu. Dan baru kulanjutkan kalau sudah ada pencerahan lagi. Dan itu biasanya melalui suatu kejutan-kejutan yang tak terduga.

Demikian Tuhan mendatangkan kepadaku pengalaman yang tragis sebagai ujian untukku, demi untuk bisa melompatkan penalaranku agar bisa mencapai apa yang akan diwahyukan-Nya yang sebenarnya.

Satu-satunya untuk melewati hal itu, niscaya melalui penaklukan diri dan kepasrahan total untuk mematuhi sumpahku kepada Tuhan, dan tetap berdiri tegak dalam perjanjianku dengan Tuhan, walau hati ini tercabik-cabik dan tak tahu bagaimana harus menempatkan wajahku ini, karena yang kuhadapi adalah penistaan yang amat mempermalukan atau marabahaya yang tak bisa kuhindarkan.

Demikian ketika aku melangkah mengatasi semua itu dengan sabar, tabah dan berwaspada jangan sampai melanggar Peraturan Tuhan, setelah itu terbukalah Bantuan Tuhan dari sudut yang tak dinyana-nyana. Dan setelah itu, aku mendapatkan hikmah-hikmahnya yang bisa menyambung tulisanku terkait dengan Wahyu Tuhan yang sempat terhenti itu.

Adapun hikmah-hikmah itu justru merupakan esensi dari Wahyu Tuhan yang harus kusampaikan ke masyarakat. Tanpa ujian berat, takkan terjadi kumpulan hikmah-hikmah yang bermanfaat untuk dimodifikasi ke dalam penulisan Wahyu-wahyu Tuhan yang sempat terhenti kutuliskan.

Hikmah-hikmah yang kuperoleh dari Ujian-Nya itulah sesungguhnya yang membuka jalur penalaran yang sempat terbuntu dan kehilangan arah. Bahwa penalaranku dicairkan Tuhan melalui hikmah-hikmah yang berasal dari Ujian-ujian-Nya terhadapku. Demikian hikmah-hikmah dari ujian-ujian yang kualami menjadi berkah pelancaran penalaranku dan menjadi ilmu pengetahuan yang baru bagiku, dan itu merupakan ensiklopedia spiritual bagiku. Demikian esensi Wahyu Tuhan itu pun tertuliskan olehku.

Adapun kalau tanpa melalui prestasi menghadapi Ujian Tuhan, aku tak mungkin melambungkan penalaranku ke suatu hal yang sama sekali baru dari Tuhan. Bahkan pengetahuan itu bisa jadi adalah pengetahuan baru untuk semua orang di dunia ini, sebagaimana kami menyajikan Keterangan Tuhan tentang Wujud Tuhan Yang Bulat atau Fatwa-Nya yang menginginkan Penyatuan Semua Agama.

Publik hendaknya tahu bahwa aku dalam mencapai Keterangan-keterangan Tuhan yang sulit dan yang berat tersebut tidaklah dengan cuma-cuma, melainkan harus ditebus dengan ketabahan dan prestasi memenangkan Ujian-Nya terlebih dahulu. Namun, pengorbanan itu terasa sangat indah dan nyaman dan kemudian kurasakan bukan sebagai pengorbanan, melainkan jalan untuk mendapatkan hadiah dari Tuhan.

Ora et labora, suatu motto yang kuyakini sebagai kepakeman Regulasi Tuhan atas Berkah-Nya. Bekerjalah dan berdoalah. Atau berdoalah dan bekerjalah. Bagiku itu sama. Sebelum berdoa, kita harus bekerja menciptakan kebajikan yang bermanfaat sehingga menghadirkan pahala kebajikan untuk dijadikan rahmat atau karunia atau pengabulan doa.

Dan berdoalah dalam menuntaskan pekerjaan supaya pekerjaan itu berhasil dengan baik dan memberikan manfaat, sehingga pahala kebajikan itu menjadi berkah untuk doa yang kita panjatkan kepada Tuhan.

Tuhan tak memberikan sesuatu pun tanpa berdoa. Karena itu aku dibiasakan dalam pekerjaanku untuk menuntaskan Amanat-amanat Tuhan terhadapku, aku pun diwajibkan berdoa kepada-Nya. Bahkan aku ingin berterus terang kepada publik bahwa pada awal komunikasiku dengan Tuhan di tahun 1995, Dia selalu menjadwalkan kepadaku untuk berdoa di suatu tempat dan doanya pun sudah diberitahukan-Nya kepadaku apa yang harus dipanjatkan kepada-Nya.

Ah, aku pada waktu itu rasanya seperti seorang anak kecil yang disuruh beli permen di warung. Uang diberikan, tempat beli permen juga diberitahukan. Tapi Tuhan sedang mengenalkan kepadaku visi masa depan yang akan kutemui dan mengajarkan kepadaku absolutisme Kemahatahuan Tuhan.

Demikian pada suatu hari di tahun 1995, aku lupa tanggal dan bulannya, karena aku tak mencatatnya, kecuali aku hanya mengingat tahunnya saja, kala itu aku dititahkan Tuhan untuk berdoa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dan aku disuruh berdoa di sana untuk memohon kepada Tuhan agar Tuhan memberi perhatian kepada suatu masalah ketidakadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang pada waktu itu aku pun tak tahu apa masalah itu. Tapi aku berdoa saja sesuai dengan yang dititahkan Tuhan. Lalu aku pergi ke sana ditemani oleh Titing Sulistami, demikian aku berdoa di sana.

Sejak Titah Tuhan itu kujalani, aku terus menunggu apa yang akan terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu. Demikianpun di instansi-instansi lain yang sudah kudatangi untuk berdoa. Dari tahun ke tahun, aku mengamati kondisi keadaan yang sesuai dengan doa yang kupanjatkan di tempat itu, tapi tak ada yang terjadi sebagaimana keadaan itu harus bisa sesuai dengan kesakralan Titah Tuhan yang sudah dinyatakan-Nya pada waktu itu.

Adapun materi doa yang diwajibkan-Nya agar kupanjatkan di sana itu, pada kenyataannya tak juga datang peristiwanya walau kuamati dari tahun ke tahun. Kalaupun ada peristiwa penting terjadi di sana, namun masih belum juga menemukan momen yang sesuai geregetnya, karena konsiderannya belum tercapai. Ternyata baru pada tahun 2015 inilah, aku paham mengapa aku diminta berdoa di sana.

Ternyata itu terkait dengan pra-peradilan yang diajukan oleh Budi Gunawan dan dia dimenangkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi. Betapa Pengadilan Jakarta Selatan sudah beberapa kali menetapkan keputusan hukum yang kontroversial, termasuk keputusan Hakim Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto terhadap KPK, dan Hakim tunggal di Pengadilan Jakarta Selatan Haswandi mencabut status tersangka Hadi Purnomo.

Sesungguhnya keputusan Pengadilan Jakarta Selatan sering mencelakai hukum dan mengecewakan masyarakat. Demikian itulah yang disoroti Tuhan sehingga aku tanpa tahu-menahu  ditugasi berdoa di Pengadilan Jakarta Selatan dahulu itu.

Begitulah kini sudah terjawab, mengapa Tuhan di tahun 1995 itu menitahkan aku berdoa di sana, karena ketidakadilan yang terjadi di Pengadilan Jakarta Selatan itu. Demikian kini aku paham sudah atas Titah Tuhan tersebut. Segalanya sudah diperhitungkan Tuhan terkait dengan pembelajaranku mengenali dunia politik dan hukum di Indonesia, dan itu adalah dunia yang tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.

Betapa untuk tugas itu aku selalu ditemani oleh Titing Sulistami, karena dialah yang selalu siap menemaniku pada waktu itu. Setiap kali tugas berdoa disampaikan Tuhan, niscaya disertai dengan isi doa yang harus kuucapkan yang sudah ditetapkan Tuhan. Jadi bisa dibayangkan bahwa penugasan terhadap diriku itulah yang kemudian menjadi jejak langkahku ke depan.

Tapi jangan heran, kalau Tuhan itu mempersiapkan isi doa yang harus kupanjatkan kepada-Nya , karena Tuhan sedang ingin mengajarkan kepadaku cara menyelesaikan suatu persoalan dan bila mengharapkan Pertolongan Tuhan. Selayak itu merupakan protokoler cara berdoa kepada Tuhan untuk hal-hal yang berkenaan dengan negara atau yang berkenaan dengan suatu keresmian yang diangkat Tuhan. Sebagaimana aku ditugaskan untuk berdoa di KPK, dan itu untuk menandakan keresmian KPK di bawah Pengayoman Tuhan.

Demikian aku sudah terbiasa memahami protokoler berdoa kepada Tuhan untuk hal-hal yang disoroti Tuhan. Dan ketika kini aku berada di antara masyarakat dan Tuhan, begitulah aku mengenang kembali satu persatu tugas berdoa yang dititahkan Tuhan kepadaku dahulu itu.

Bahwa Titah Tuhan berdoa ke Mabes Polri dahulu itu terkait dengan masalah yang harus kuurusi terkait dengan kepolisian yang selalu ditarget oleh terorisme. Di sini aku menemukan sudah teradakannya greget yang sesuai dengan kesakralan Amanat Tuhan. Bahwa masalah terorisme itu sudah waktunya kita pikirkan bersama bagaimana caranya untuk mengatasi hal itu dengan cara yang terbaik dan yang berkemanusiaan.

Pada waktu itu juga aku pun dititahkan Tuhan berdoa di mushalla Polda Metro Jaya dengan permohonan yang sama agar Tuhan berkenan menegakkan Keadilan-Nya. Dan kemudian aku sadar bahwa doa itu ternyata terkait dengan diriku sendiri. Ketika aku ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya, demikian aku mengenang kala aku dititahkan Tuhan berdoa di mushalla Polda Metro Jaya, ternyata doa itu tertuju untukku sendiri.

Bahkan aku dua kali ditangkap dan dipenjarakan dan dua kali aku menginap di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Doaku dahulu itu ternyata mengindikasikan nasibku yang terkait dengan penahananku di rumah tahanan Polda Metro jaya. He he he…. Rasanya sepertinya Tuhan waktu itu ingin mengatakan kepadaku: “Lia, kau nanti Kusekolahkan di sana.”

Dan kami pada tahun yang sama, juga sempat dititahkan berdoa di mushalla Mahkamah Agung dengan doa yang sama, yang terkait dengan masalah ketidakadilan yang ditangani Mahkamah Agung. Dan kita semua juga tahu Mahkamah Agung tak selalu adil dalam ketetapan hukumnya.

Adapun Mahkamah Agung pernah menetapkan kesepakatan menolak rekomendasi Komisi Yudisial agar Sarpin Rizaldi diberi sanksi. Dan bahkan Mahkamah Agung mempromosikan Sarpin Rizaldi menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Riau.

Kiranya sejak waktu itu aku sudah disuruh menantikan peristiwa ketidakadilan hukum yang niscaya dianggap oleh-Nya sebagai penentu atas keruntuhan hukum dan hilangnya keadilan dan kebenaran di Indonesia.

Melihat urut-urutan Titah Tuhan kepadaku untuk berdoa di tempat-tempat khusus yang diperintahkan-Nya itu, baru sekarang ini aku menyadari bahwa sepertinya semua itu terkait dengan ketidakadilan hukum yang melibatkan Budi Gunawan dan Sarpin Rizaldi yang harus digarisbawahi bahwa masalah tersebut mendapat perhatian penting dari Tuhan.

Kalau tidak seperti itu, untuk apa jauh-jauh hari sejak dua puluh tahun sebelumnya, aku sudah dilibatkan Tuhan meniti jejak Perhatian-Nya terhadap masalah ketidakadilan hukum yang melibatkan tokoh Sarpin Rizaldi dan Budi Gunawan, yang telah menghebohkan dunia hukum di Indonesia.

Kepada publik, ingin kunyatakan bahwa aku adalah saksi atas Perhatian Tuhan terhadap potensi ketidakadilan hukum di Indonesia. Dan tokoh  yang diangkat Tuhan ternyata ialah Sarpin Rizaldi dan Budi Gunawan. Dan instansi-instansinya adalah Mahkamah Agung, Mabes Polri dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kisah nyataku ini kuangkat ke publik untuk melihat perfeksi Kemahawaskitaan Tuhan yang mendetil. Dan manusia dapat melihat itu dengan gamblang melalui kisah nyata perjalanan hidupku sejak mengenal dekat Tuhan melalui komunikasi transendentalku kepada-Nya.

Adapun Titah Tuhan untuk berdoa di tempat-tempat khusus itu adalah pengalamanku dua puluh tahun yang lalu. Demikian Tuhan sudah melihat kejadian sekarang ini dan Tuhan sejak itu telah melibatkan aku untuk mengamati peristiwa ketidakadilan hukum di Indonesia, sebelum aku sendiri merasakan ketidakadilan hukum itu. Demikian aku menjadi mudah diarahkan Tuhan untuk menuliskan Wahyu-Nya terkait dengan Pengadilan dan Penghakiman-Nya untuk Indonesia.

Banyak tempat yang dititahkan Tuhan kepadaku untuk berdoa di sana dengan doa yang khusus, dan semua doa itu sudah ditentukan oleh-Nya sendiri. Dan kegiatanku ini sempat terlupakan olehku sampai peristiwanya terjadi satu persatu, termasuk berdoa di kantor DPP Golkar di Jalan Palmerah daerah Kemanggisan Jakarta Barat.

Ternyata di kemudian hari, kantor DPP Golkar itu menjadi rebutan antara kelompok ARB dan Agung Laksono. Kala itu kiranya Tuhan memberiku visi tentang perpecahan Golkar pada saat sekarang ini. Perlu diingat bahwa saat aku berdoa di sana itu adalah masih di zaman era Soeharto di mana partai Golkar sangat kuat.

Kini aku baru menyadari bahwa pada saat itu, aku hanya dilibatkan Tuhan untuk menafsirkan suatu nubuah untuk nasib Golkar sekarang ini. Ketika aku melihat berita perpecahan Golkar dan memperebutkan kantor DPP Golkar tersebut, aku jadi membayangkan kembali saat aku sempat sejenak berada di sana untuk berdoa. Pada saat itu yang hadir di dalam batinku adalah nasib malang akan menimpa Golkar.

Dan masih ada satu peristiwa yang nyaris aku lupa, tapi aku diingatkan Tuhan untuk menuliskannya di sini, yaitu tentang buku Mencari Kerukunan Nasional, yang Kutulis bersama buku yang lainnya, yaitu Puisi-puisi dari Alam Gaib dan Mencari Hikmah. Ketiga buku itu sama-sama kutulis pada tahun 1996.

Rupanya buku itu dimaksudkan agar aku sudah mulai memikirkan urusan negara yang selama ini  aku tak terlibat sama sekali. Maka  aku tergagap-gagap menuliskannya. Sungguh bermula dari sanalah, aku mulai tahu apa yang harus kulakukan untuk negara.

Betapa bukuku ini pun ada kisahnya, bahwa ada Maksud Tuhan yaitu memutuskan hubunganku dengan semua teman-temanku dan bahkan keluargaku, karena sejak memasuki takdirku ini, sepenuhnya waktuku sudah memasuki Pensucian Tuhan yang berlangsung untuk selama hidupku. Maka aku kehilangan seluruh teman-temanku, khususnya tokoh-tokoh nasional yang sempat kukenal dengan baik.

Dan Tuhan tak menjanggalkan aku untuk merasakan bagaimana kesalahanku ketika aku harus memperturutkan permintaan Bapak Eddy Sudrajat yang waktu itu adalah Menhankam untuk mengubah judul buku dari Mencari Kerukunan Nasional menjadi Mendalami Kerukunan Nasional.

Padahal Tuhan menginginkan buku Mencari Kerukunan Nasional itu menjadi pengingat betapa Tuhan di tahun 1996 itu Dia sudah mengingatkan tentang keadaan Indonesia sekarang ini, di mana bangsa Indonesia terpecah belah akibat radikalisme dan terorisme.

Begitulah, akhirnya buku Mencari Kerukunan Nasional berubah menjadi Mendalami Kerukunan Nasional, karena aku menghargai perhatian mantan Menhankam Eddy Sudrajat almarhum, yang sempat membuka pameran lukisan para pelukis kenamaan yang kami selenggarakan untuk mendapatkan dana bagi Yayasan At Taibin waktu itu, yang mengkhususkan diri untuk pelayanan bagi orang-orang yang bertaubat. Sayangnya, keterlibatanku di sana kemudian berakhir dengan kejengkelan karena aku kecewa dengan Anton Medan yang tak sesuai ucapan dan perbuatannya.

Dan atas nama At Taibin itulah, aku mengadakan pameran lukisan dari beberapa pelukis terkenal di Indonesia. Ide itu datang dari temanku Ati Taufik Ismail yang beraktivitas di kalangan seniman-seniman itu. Begitulah pameran lukisan itu dibuka oleh Pak Eddy Sudrajat atas permintaanku kepadanya.

Demikian Pak Eddy Sudrajat membawa sahabat-sahabatnya dan mereka pun membeli lukisan-lukisan yang kami pamerkan di TIM waktu itu. Dan Yayasan At Taibin pun mendapatkan dana. Dan ketika penyelenggaraan launching tiga bukuku itu, Pak Eddy Sudrajat pun menyumbang dana untuk penyelenggaraan launching buku tersebut. Untuk itu aku ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu Eddy Sudrajat karena dialah, Pak Eddy Sudrajat menaruh perhatian terhadap kegiatanku.

Namun yang ingin kujelaskan adalah Peringatan Tuhan terhadapku, bahwa ketentuan judul bukuku tersebut adalah pilihan judul yang dinyatakan oleh Malaikat Jibril kepadaku. Maka seharusnya tak boleh dirubah hanya karena sungkan dan karena ada hutang budi kepada orang yang kuhormati.

Demikian aku menjadi tahu kenapa Tuhan menjauhkan aku dengan seluruh orang yang kukenal, terutama orang-orang yang berkedudukan dan para selebriti. Karena menurut Tuhan, pensucianku bisa terganggu dan tidak lancar karena keterlibatan dengan orang-orang yang terhormat dan yang dimuliakan oleh masyarakat. Betapa golongan mereka itu adalah golongan orang-orang yang sulit disucikan dan bisa mempengaruhi pensucian di Eden.

Demikian aku sesungguhnya juga berteman baik dengan Bang Buyung Nasution, tapi tiba-tiba saja pertemananku dengan Bang Buyung terputus ketika Bang Buyung bersedia menjadi ketua penasihat hukumku pada penahananku yang pertama.  Sungguh aku terkejut ketika Tuhan menolak pembelaan Bang Buyung. Dan aku sangat sedih harus mengatakan itu kepadanya. Dan sungguh aku sangat sungkan, tapi itulah Titah Tuhan kepadaku.

Namun begitulah pada hakikatnya Tuhan tak menginginkan seluk-beluk pensucianku oleh-Nya itu dicampurtangani oleh orang-orang yang berkedudukan dan oleh teman-temanku yang baik dan yang kuhormati. Tapi kemudian Tuhan memperlihatkan bagaimana judul bukuku yang telah ditetapkan oleh Malaikat Jibril menjadi berubah karena kekurangpengertian Pak Eddy Sudrajat tentang kehakikian Pewahyuan yang sudah dimulai saat aku menuliskan buku Mencari Kerukunan Nasional tersebut.

Sungguh peristiwa itu menjadi berharga ketika kini bangsa Indonesia benar-benar sedang Mencari Kerukunan Nasional. Tapi buku, yang dititahkan Tuhan untuk menuliskannya, dan  sudah tertuliskan sejak tahun 1996 itu, sudah berbeda judul menjadi Mendalami Kerukunan Nasional.

Kala itu  aku  menghargai pendapat Pak Eddy Sudrajat yang menyatakan kepadaku bahwa saat itu bangsa Indonesia masih rukun dan tak ada perpecahan yang berarti. Maka adalah lebih baik mengganti judul buku itu dengan Mendalami Kerukunan Nasional. Dan aku yang tak tahu pasti tentang masa depan Indonesia waktu itu dan juga belum tahu tentang kehakikian judul buku itu, demikian aku memperturutkan usulan Pak Eddy Sudrajat. Dan inilah ketiga buku itu:

Selanjutnya aku ingin bercerita tentang hubungan baikku dengan Pak Syaukat Banjaransari (Sekretaris Militer Kepresidenan) yang baik hati, yang selalu terbuka dan siap membantu. Demikian aku mengenang keterbukaan dan kebaikan Pak Syaukat kepadaku ketika aku mengundangnya untuk menghadiri acara syukuran atas Satya Lencana Pembangunan yang diberikan negara kepadaku. Dan aku meneleponnya untuk menyampaikan undanganku itu. Dan dia memintaku datang ke Bina Graha.

Demikian Pak Syaukat bersedia menerimaku pada suatu hari. Dan dia minta aku datang setelah jam kerja, karena hari itu dia sibuk. Dan dia baru punya waktu lengang dan dapat menemuiku di sore hari menjelang Maghrib. Maka aku pergi ke Bina Graha bersama Dunuk dan Mohamad Sobary. Setelah kami menyampaikan undangan, kami minta kepada Pak Syaukat, bolehkah kami melihat ruang Bina Graha yang selama itu hanya bisa kami lihat melalui televisi.

Pada waktu itu hari sudah Maghrib menjelang malam, maka Bina Graha sepi, demikian kami leluasa mengitari Bina Graha dan sampailah aku di ruang rapat Pak Harto. Di depan ruangan itu tiba-tiba aku dititahkan Tuhan untuk berdoa kepada-Nya terkait dengan suksesi Soeharto. Dan aku harus duduk tepat di kursi tempat duduknya Pak Harto. Aku sempat kebingungan bagaimana caranya aku bisa duduk di situ. Tapi kalau Tuhan yang menghendaki, maka jadilah.

Demikian kala aku minta izin kepada Pak Syaukat untuk diperkenankan duduk sejenak di kursi Pak Harto, dan dia memperkenankannya. Dan dengan hati yang deg-degan berdoalah aku di sana. Demikian aku berdoa di sana sesuai dengan apa yang dititahkan Tuhan.

Bahwa semua itu tanpa direncanakan, maka niscaya itu adalah Ketetapan Tuhan kepadaku dalam memudahkan aku untuk bisa berdoa di atas kursi Pak Harto. Ternyata persoalan mistis kala itu sedang terolah, maka harus terolah melalui ruang dan tempat dan kursi tahta singgasana.

Nan, aku mendapatkan peluang untuk itu semuanya karena Rancangan Tuhan semata. Karena aku berangkat dari rumah tanpa niat apa pun kecuali untuk menyampaikan undangan untuk Pak Syaukat Banjaransari.

Dan melalui peristiwa itu aku menjadi tahu pasal Hukum Tuhan atas mistik yang meliputi tahta kekuasaan. Bahwa kekuatan mistik kekuasaan bila ingin dihapuskan Tuhan, maka harus melalui doa yang berkekuatan mistik yang bobotnya setara, karena itu doanya harus dipanjatkan di tempat kursi tahta.

Demikian aku dilibatkan Tuhan di luar sepengetahuanku pada mistisisme suksesi kekuasaan di Indonesia. Dan aku menjalaninya tanpa persiapan diri sama sekali. Semuanya terjadi di luar dugaanku. Tapi Titah Tuhan sudah terlaksanakan olehku.

Namun Tuhan menjelaskan kepadaku bahwa kekuatan mistik dalam doaku itu sesungguhnya sudah diadakan Tuhan kepadaku semenjak aku memasuki takdirku sejak dari awal. Namun bobot mistis Eden harus diawali melalui cara seperti itu.

Pertambahan bobot mistis itu sesuai dengan Mandat Tuhan kepada Eden untuk melaksanakan Fatwa-Nya, terkait dengan urusan mengatasi masalah kemusyrikan dan pertaubatan nasional bangsa Indonesia.

Tatkala kami telah mengupayakan berkali-kali tanpa hasil, Dia pun memaksakan pembukaan Mukjizat Eden melalui cara yang lain seperti keterangan kami sebelumnya, yaitu melalui peristiwa penistaan terhadap Eden yang diadakan sendiri oleh-Nya sebagaimana peristiwa Monas dahulu itu.

Demikian itu dapat menggantikan kriteria Persyaratan-Nya melalui pengupayaan pertaubatan nasional dan menyerukan gerakan anti kemusyrikan yang tak pernah ditanggapi oleh Pemerintah Indonesia maupun masyarakat. Demikian kami tak lagi berada di persimpangan jalan menunggu teradakannya pertaubatan nasional dan perlawanan terhadap kemusyrikan. Mukjizat Eden sudah terbuka melalui penggenapan kriteria yang lain.

Agar terbukti kemahakeramatan Mukjizat Eden, maka Tuhan mengaruniai bobot mistis Eden telah menjadi sempurna, sesuai dengan bobot substansial Surga dan Kerajaan Eden. Dan itu merupakan legalisasi bagi Eden untuk menyatakan gelar Pengadilan dan Penghakiman Tuhan ke dunia. Mukjizat Eden menjadi penopang bagi Eden untuk segala Amanat Tuhan yang kami emban.

Namun demikian, Tuhan menginginkan kekuatan mistikku itu tetap murni untuk selama-lamanya. Tanpa basa-basi dan jauh dari ritual mistik kemusyrikan. Oleh karena itu, Dia baru membukakan hal ini kepadaku tak lama sebelum aku menuliskan artikel ora et labora ini.

Demikian Sistem Tuhan yang berlaku terhadapku. Rahasia misteri dari apa-apa yang sudah kualami, baru diungkapkan-Nya kala aku sudah harus menuliskannya. Selayak Pasal-pasal Hukum Tuhan terkait dengan kemistikan yang mutlak di Sisi-Nya harus diajarkan-Nya kepada umat manusia melalui diriku dan peristiwa-peristiwa yang kualami sejak dari awal. Bahwa kekuatan mistik dari Tuhan adalah Karunia Tuhan kepada seseorang yang dipilih-Nya sendiri dan kekuatan mistik itu disematkan kepadaku tanpa aku tahu.

Tapi Tuhan menggenapiku dengan ketulusan yang tak kusadari sudah disempurnakan oleh-Nya, tapi itu adalah berasal dari pemutihan ruh yang kuperoleh dari pengorbanan Joan of Arc, supaya dalam mengemban Amanat-Nya, ketulusan tanpa batas harus nyaman dan mapan keluar dari dalam diriku sendiri dan menjadi semacam naluri ruhku. Karena Surga yang kuemban ini mewajibkan aku selalu dalam ekspresi ketulusan yang murni dan senantiasa merefleksikan kemahaadilan dalam perimbangan pemikiranku. Kedua hal itu harus kujadikan pedoman hidup secara mutlak.

Demikian di dalam Mandat Tuhan yang diberikan kepadaku tetap ada pembatasan-pembatasannya. Bahwa Mukjizat Eden bukan mukjizat recehan, sehingga pemfungsiannya selalu melalui Komando Tuhan saja. Karena menurut-Nya kekuatan mistik dari-Nya itu tak bisa digunakan oleh seseorang untuk dirinya sendiri, melainkan atas Izin-Nya.

Namun Tuhan tetap senantiasa mematuhi peraturan Hukum-Nya sendiri. Maka semua prosedur mistik yang meliputiku, walaupun terjadi di luar sepengetahuanku, namun semuanya berjalan dalam prosedur Hukum Tuhan. Bahwa kekuatan mistik Kerasulan baru bisa digunakan untuk mengeliminasi kekuatan mistik kekuasaan yang sedang bertahta apabila kekuatan mistik Kerasulan itu tak terimbasi oleh pamrih apa pun.

Demikian aku berdoa kepada Tuhan tanpa keinginan dan tanpa ambisi dan tak terkait dengan urusan kekuasaan, demikian doa itu menjadi murni dan makbul. Demikian Pengajaran Tuhan kepadaku.

Sungguh aku tak tahu pada waktu itu bahwa Tuhan akan menitahkanku berdoa di sana. Karena Perintah-Nya itu berbeda dengan Perintah-Nya yang lainnya, yang semenjak dari rumah aku sudah ditetapkan berdoa di mana dan apa isi doanya pun sudah diberitahukan.

Itu barangkali karena berdoa di kursi Pak Harto di Bina Graha itu tak dimungkinkan bagiku. Namun Tuhan-lah yang membuatkanku berurusan dengan Pak Syaukat Banjaransari. Semuanya berjalan lancar sampai aku berhasil berdoa di kursi Pak Harto di Bina Graha. Dan itu kusadari bahwa semua itu sesungguhnya adalah Rancangan Tuhan semata.

Bahwa aku itu memang pelupa. Dan sungguh aku tak bisa mengingat mengapa aku datang ke Bina Graha bersama budayawan Muhamad Sobary kala menemui Syaukat Banjaransari waktu itu. Tapi kini aku bisa mendalami sesuatu yang menyangkut dengan misteri, bahwa sealur dengan suatu peristiwa yang bernilai dalam sejarah Kerasulan, sesungguhnya semua program sudah diatur Tuhan. Babak demi babak sudah dalam perencanaan baku dari Sisi-Nya, tak ada yang kebetulan. Pertemuanku dengan Syaukat Banjaransari di Bina Graha itu terjadi pada tahun 1996.

Dan bahwa Mohamad Sobary-lah yang bersamaku dahulu itu menemui Syaukat di Bina Graha itu pun bukanlah suatu peristiwa kebetulan. Ternyata hal itu merupakan keawalan sejarah Kerasulan terkait dengan suksesi Soeharto. Bagian dari episode kemistisan kekuasaan terkait dengan hal yang fundamental dalam futurologi Kerasulan Eden.

Demikian peristiwa Mohamad Sobary terlibat dengan kami, itu terkait dengan tirakatnya untuk memuasakan Soeharto sampai jatuh. Itu terjadi pada tahun 1998, dua tahun setelah itu. Dan itulah kiranya yang mengaitkan dia datang bersamaku ke Bina Graha saat aku sedang dititahkan Tuhan berdoa di ruang rapat Bina Graha untuk suksesi Soeharto.

Maka dia juga bisa ditanyai tentang kedua hal tersebut kepadanya. Bahwa kebersamaanku dengan Mohamad Sobary ke Bina Graha dahulu itu kuyakini ada kaitannya dengan janji Muhammad Sobary yang ingin berpuasa untuk kejatuhannya Soeharto. Karena tak ada yang kebetulan dalam Program Tuhan untukku.

Dan kemudian ketika suatu hari di tahun 1998, dia bertanya kepadaku untuk menanyakan tirakatnya tersebut kepada Jibril, yang waktu itu masih menyatakan diri sebagai malaikat yang bernama Habib al Huda, apakah dia diperbolehkan berpuasa sampai kejatuhan Soeharto? Dan Jibril menyatakan bahwa itu bisa saja, asal tidak sendirian, melainkan harus bertujuh. Puasa seseorang tak bisa mengubah apa pun bila itu terkait dengan mistis kekuasaan. Demikian penjelasan Jibril kepadaku.

Beberapa lama setelah itu Sobary kembali menelepon untuk suatu hal, dan kutanya sudahkah dia mendapatkan enam orang lagi? Dan dia mengatakan tak bisa mendapatkan orang yang mau berpuasa untuk waktu yang tak dapat ditentukan kapan berakhirnya.

Dan tiba-tiba tanpa berpikir panjang aku pun bertanya, “Kalau begitu maukah kalau ditemani oleh Jamaah Salamullah?” Dan dia mengatakan “Iya”.

Dan aku mencari enam orang Jamaah Salamullah yang mau menemani Sobary berpuasa. Tapi ketika aku bertanya kepada Jamaah Salamullah, semuanya mengacungkan tangan. Demikian saat itu kami semua mulai berpuasa.

Dan dalam masa-masa berpuasa itu, kami mengisi waktu dengan melakukan tadabur alam di beberapa tempat antara lain ke Marunda, tanam pohon untuk penghijauan, dan ke Sukabumi bagi sembako, dan ke air terjun Javana Spa di desa Cidahu serta ke Gunung Mas di kawasan puncak Bogor sekedar untuk camping. Kami memasak di tempat terbuka untuk menunggu waktu buka puasa.

Dan kami pun disibukkan oleh Tuhan untuk menjalin silaturahmi dengan umat Kristen. Kesibukan itu semua sungguh sangat mengasyikkan, sehingga kami tak terlalu memikirkan perjanjian puasa yang tak ketahuan kapan akan berakhirnya. Demikian kami melalui hari-hari dengan penuh kebahagiaan dan kami pun bisa melalui hari-hari puasa itu tanpa kerisauan menunggu kapan berakhirnya.

Demikian kami dibawa Tuhan mendekati umat agama lain. Dan pengalaman itu memang sangat interesan karena kami juga berjalan-jalan ke luar kota mengisi waktu dengan pemandangan yang berbeda dengan keseharian selama itu.

Demikianlah kami pun dibuatkan acara oleh Tuhan. Dan kebetulan kami pada waktu itu mendapatkan undangan untuk menghadiri kebaktian umat Kristen. Dan kami bersilaturahmi sampai ke Keuskupan Soegijapranata di Semarang dan Gereja Maria Assumpta di Sendangsono.

Waktu itu kami masih banyak anggotanya, kurang lebih 100 orang. Maka kami mengendarai dua bus, layaknya orang berwisata. Pengurus Keuskupan Soegijapranata di Semarang terlihat terkejut menerima kedatangan kami dan bingung mau berbuat apa. Tapi kami sudah tahu, ekspresi semacam itu pasti termunculkan karena kedatangan kami beramai-ramai itu sungguh merupakan surprise bagi mereka. Tapi keterkejutan itu kemudian cair ketika mereka melihat kami semuanya berwajah sumringah, tulus, bertujuan bersilaturahmi dan bersahabat.

Setelah perlawatan ke semua tempat itu, kemudian ketika kami pulang ke Jakarta, dan kami pun bertanya kepada Mohamad Sobary, “Apakah dia masih berpuasa?” Tapi jawabannya sangat mengejutkan kami, ternyata dia belum melakukan janjinya itu. Sedangkan kami sudah jauh melangkah. Dan kami terpaksa tetap meneruskan puasa kami, walaupun tak terbetik di hati kami untuk menurunkan kekuasaan Soeharto, melainkan hanya untuk menemani tirakat Sobary berpuasa saja.

Adapun bagi kami waktu itu, justru kami tak mempunyai kepentingan apa pun terhadap keinginan untuk menurunkan Soeharto karena kami belum dilibatkan Tuhan atas hal semacam itu, kecuali hanya disibukkan dalam pensucian diri kami masing-masing saja.

Atas pengabaian janji untuk berpuasa oleh Mohamad Sobary itu, suatu hari Sobary kehilangan uangnya Rp 60 juta, padahal itu adalah uang saku dia untuk ke Jepang keesokan harinya. Uang itu raib di depan matanya, karena itu dia mengira ada tuyul yang mencuri uangnya. Dan dia buru-buru menelepon aku dan minta tolong supaya Jibril mengupayakan menaklukkan tuyul itu sehingga uangnya dapat kembali karena dia sangat membutuhkannya.

Tapi sungguh tak dinyana, Jibril justru menyatakan dialah yang mengambil uang Sobary itu. Tak hanya Sobary yang terkejut dengan pernyataan itu, tapi terlebih aku yang sangat terkejut dan guilty feeling terhadap Sobary. Tapi Jibril dengan tandas menyatakan uang itu tak bisa dikembalikan, itu karena Sobary telah membohongi kami semua sehingga terjerumus berpuasa unlimited time.

Setengah mati Sobary memohon agar uangnya dikembalikan dan setengah mati pula aku memohon kepada Jibril agar uang Sobary dikembalikan. Tapi Jibril tak bergeming karena itu merupakan pembalasan hukuman kepada Sobary yang telah menjerumuskan kami berpuasa.

Menurut Tuhan, perjanjian puasa untuk kejatuhan Soeharto itu merupakan perjanjian Sobary semata. Sedangkan kami terlibat di dalamnya semata-mata karena Tuhan-lah yang ingin melibatkan kami demi untuk menggenapi Regulasi Tuhan dan untuk menjawab klausa yang dipertanyakan oleh Sobary kepada Jibril itu. Dengan demikian perimbangan mistik itu dapat diketahui manusia. Adapun hal itu pun ingin dijadikan Tuhan sebagai pengajaran kepada kami untuk mengenali dunia mistik yang diperkenankan Tuhan.

Bahwa kalau pengaruh mistik dalam tahta kekuasaan yang diinginkan Tuhan sudah akan disudahi, maka harus diimbangi dengan kekuatan mistik dari pihak lain yang diniscayakan dapat mengimbangi kekuatan mistik Soeharto, dan itu adalah mistik Kerasulan.

Dari peristiwa demi peristiwa yang kami alami dahulu itu, itulah yang akan menjadi pengawalan kekuatan mistik yang akan diberikan-Nya kepada Kerajaan Eden, yang pada waktu itu kami sendiri belum tahu apa-apa tentang Surga dan Kerajaan Eden. Hal tersebut bagi kami itu tak terpermanai dan kami tak pernah merasa akan dilibatkan oleh-Nya dalam hal yang sedemikian sakral dan yang maha keramat itu.

Demikian kami digiring Tuhan untuk diproyeksikan mendeklarasikan Kerajaan Tuhan dan  Surga Eden di dunia. Itu baru kami sadari sepuluh tahun kemudian, tatkala aku baru dititahkan menuliskan Risalah Eden yang di dalamnya menyebutkan keberadaan Surga Eden dan Kerajaan  Tuhan, dan yang kemudian itulah yang menjadi penyebab aku dipenjara.

Bahwa tantangan ketahanan dan ketulusan kami berpuasa tanpa tahu kapan berkesudahannya itu tak merisaukan kami semua, karena kami yakin Tuhan takkan membiarkan kami berlarut-larut berpuasa. Selain itu tirakat berpuasa panjang itu adalah merupakan suatu perjanjian kesepakatan kami kepada Tuhan, yang pada hakikatnya di dalam perjanjian itu tak ada kepentingan apa pun dari kami, kecuali memperturutkan Perkenan Tuhan untuk menyertai puasanya Mohamad Sobary.

Sedangkan perjanjian itu sesungguhnya berat untuk kami tempuh karena kekuasaan Soeharto pada waktu itu belum terlihat tanda-tanda akan jatuh. Kami berani berpuasa semata-mata karena kami sudah di dalam perjanjian dengan Tuhan.

Adapun Mohamad Sobary bisa saja mengingkari perjanjian puasanya, tapi kami sudah terlanjur telah dilibatkan Tuhan untuk hal itu, yaitu perihal suksesi Soeharto. Bisa dibayangkan keadaan kami waktu itu, tanpa tekad menirakatkan suksesi Soeharto, tapi kami telah tercebur dalam tirakat puasa panjang nan tak ketahuan kapan berlebarannya.

Namun pada saat itu, aku juga bisa menyelesaikan pesanan ibu Sukamdani Sahid Gitosardjono untuk membuatkan satu buku puisi tentang Pancasila dalam tujuh zaman yang berjudul Pancasila Meniti Zaman.

pmz

Dan kami pun membuat rencana akan me-launching buku Pancasila Meniti Zaman di gedung Jakarta Design Center (JDC) pada tanggal 20 Mei 1998. Jadwal itu sudah ditetapkan sesuai dengan ruang yang teradakan di JDC. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas bantuan Ir. Eddy W Utoyo yang pada waktu itu adalah Direktur Utama JDC, yang waktu itu menjadi pengamat dan simpatisan Eden. Dan secara kebetulan launching buku Pancasila Meniti Zaman tepat sekali waktunya dengan peristiwa 20 Mei 1998, di mana gelombang demonstrasi terpusat di Gedung DPR.

Dan karena itu, undangan yang kami sebarkan hanya dihadiri oleh sedikit sekali tamu, itu karena gelombang demonstrasi memadati Jalan Gatot Soebroto, tepat di depan Jakarta Design Center dan Gedung DPR. Dan situasi politik di Jakarta pada waktu itu amat menegangkan, tapi kami berada tepat di kancah pusat gelombang ribuan pendemo yang datang dari mana-mana.

Demikian nyaris tak ada undangan yang datang. Adapun makanan yang kami persiapkan untuk per jamuan dinner para tamu, oleh Paduka Jibril kami dititahkan membawanya ke Gedung DPR. Dan ternyata benar, makanan yang kami bawa itu sangat berguna karena mahasiswa-mahasiswa di sana sudah kelaparan dan banyak yang keletihan. Kami juga menerapi mereka yang keletihan sambil berdoa dan bernyanyi menyemarakkan suasana. Mereka senang, kami pun senang, tanpa tahu kami sedang berada dalam kepastian sejarah Indonesia yang akan mengalami pergolakan menuju era Kerajaan Tuhan.

Demikian semua itu terjadi tanpa rencana. Tapi puasa kami ternyata hanya lima puluh hari saja. Dan kami berlebaran justru pada tanggal 20 Mei 1998 itu, tepat kami me-launching buku puisi Pancasila Meniti Zaman, yang di dalamnya terdapat puisi Pancasila di era Soeharto dan pasca Soeharto dan di era globalisasi. Dan itu kutulis atas bimbingan Paduka Jibril semata. Dan itu sehari sebelum Soeharto menyatakan kelengserannya, dan yang tentu saja hal itu amat mengharukan hati kami karena kami memandang peristiwa itu sebagai peristiwa mistis Keilahian, dan  kami terlibat di dalamnya.

Sesekali aku ingin tahu mengapa Tuhan membawaku terlibat dalam peristiwa kejatuhan Soeharto itu, padahal pada waktu itu aku tak ‘ngeh’ soal politik dan tak berkepentingan memikirkan kejatuhan Soeharto. Tapi Tuhan-lah yang melibatkanku, maka aku terlibat tanpa ada kepentingan apa pun. Oleh karena itu menurut Tuhan, justru itulah Penilaian Tuhan atas keterlibatanku yang  menjadi murni, karena tak mempunyai pretensi apa-apa dan tak terlibat dalam ambisi apa pun.

Dan bobot puasa kami pun tak mengait dengan tulah kekeramatan mistik, maka kami aman, karena Tuhan-lah yang melibatkan kami. Tapi ada Sobary yang meniatkannya, demikian tulahnya, dia kehilangan uangnya Rp 60 juta. Itu seperti seludang mistik sudah terkelupasi, tapi getahnya tak bisa menyentuh kami, tapi ke Sobary saja.

Peranan Sobary yang ingin memuasakan kejatuhan Soeharto, mau tak mau apa boleh buat harus kutuliskan sekarang ini, karena itu adalah sejarah Eden. Dan menurutku, itu pun merupakan tanggungan yang harus dibayar Sobary.

Namun, puasa kami yang tak berketentuan kapan kesudahannya itu, ternyata itu dikaitkan Tuhan dengan penulisan buku puisi Pancasila Meniti Zaman. Dan menjadilah itu sebagai lampiran peristiwa mistis suksesi Soeharto yang tersendiri, karena buku itu dituliskan dan diniatkan sama sekali tak terkait dengan suksesi Soeharto.

Tapi kalau tak ada buku puisi tersebut yang akan kami launching pada tanggal 20 Mei 1998, bagaimana kami bisa terlibat dalam peristiwa demo besar-besaran saat mahasiswa menduduki gedung DPR sehingga dengan demikian kami benar-benar terlibat dalam sejarah suksesi Soeharto.

Dan itu pun menjadi jejak sejarah Kerasulan Eden di Jakarta, yang dimulai pada saat itu, bahwa kami diikut-andilkan dalam momentum itu oleh Tuhan secara langsung. Dan itu dinilai Tuhan sebagai suatu keawalan mistisisme Kerajaan Tuhan.

Demikian Program Tuhan dalam melibatkan aku dalam takdir yang dibuatkan oleh-Nya untukku. Dan itu merupakan suatu pengujian kepadaku yang hakikatnya adalah bahwa pahala atas semua itu dapat dijadikan Tuhan sebagai pijakanku untuk melangkah ke depan dan juga sebagai pengenalan tentang mistisisme dalam tahta kekuasaan yang akan berubah kodrat, dari negara republik akan dialihkan Tuhan menjadi Kerajaan Tuhan yang berkonstitusi Teokrasi.

Bahwa yang mendasari mistisisme Kerajaan Eden adalah peristiwa demi peristiwa yang kualami, yang sesungguhnya adalah peristiwa mistis karena kejatuhan Soeharto baru telak bisa diadakan ketika Tuhan-lah yang sudah berkenan. Dan Perkenan Tuhan itu ingin dikenalkan kepada publik melalui pelibatan peranan kami yang diarahkan oleh-Nya. Karena Ajaran Tuhan harus terlihat melalui kiprah manusia yang ditunjuk-Nya. Padahal, kami hanya merasa sedang menjalankan Petunjuk Tuhan.

Taklah kami sadari bahwa urusan mistis itu ternyata peranannya penting sekali. Tapi kami juga tak merasa bahwa kami sedang dalam liputan suasana yang sangat mistis karena kami sepertinya menjalani segala hal seapa-adanya dan hanya sebagai kegiatan sehari-hari.

Dalam menjalankan Amanat-amanat Tuhan, sungguh kami itu tak berkonsep apa pun. Demikian kami itu tak pernah membuat konsep perjuangan Eden untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Semua konsep dan program-program semata-mata berasal dari Tuhan. Dan kami tinggal menjalani saja.

Kemistikan itu mungkin baru kami rasakan bila kami mendapat Petunjuk Tuhan, dan kami menjalankan Petunjuk-Nya secara sunnatullah. Jadi tak ada ritual mistis yang diajarkan Tuhan kepada kami, kecuali meminta Petunjuk-Nya dan menunggu jawaban dari-Nya. Dan caranya hanyalah berkumpul dan berdoa memohon petunjuk. Selanjutnya, kami mengupayakan Amanat-Nya itu dapat kami jalankan sampai tuntas tanpa kesalahan.

Dan itu ternyata merupakan kerangka acuan mistik untuk tahta kekuasaan yang berasal dari Sisi Tuhan. Bahwa Tuhan sedang menjabarkan betapa Tuhan sedang memulihkan mistisisme ke arah yang benar, yang bukan mistik kemusyrikan. Selayak masalah mistik harus diluruskan Tuhan karena kecenderungan manusia terhadap mistik telah menyatu dengan alam inferno.

Neraka kerajaan iblis sudah di dunia, sebagaimana Surga Kerajaan Ruhul Kudus. Keduanya saling mempertarungkan misi masing-masing. Idiomnya adalah perang Harmagedon, yang sesungguhnya adalah perang mistis. Tapi manusia yang tak berimanlah yang celaka, ramai-ramai mereka tertarik oleh kekuatan mistis. Tapi komunikasi transendental antara kami dengan Tuhan pun sarat dengan penalaran mistisisme. Itu karena berurusan dengan Tuhan niscaya merupakan komunikasi transendental, dan itu adalah keterolahan mistis.

Bahwa tahta kekuasaan itu niscaya memiliki kekuatan mistik. Dan beginilah Tuhan membawa aku mengarungi latar belakang futurologi mistisisme Kerajaan Eden. Pengalamanku semua ini nyatanya tertuju pada suatu yang tak terhingga, yaitu mendeklarasikan Surga dan Kerajaan Tuhan di dunia. Dan itu terkait langsung dengan konstitusi Negara Republik Indonesia. Dan itu semua terkait dengan Pengadilan dan Penghakiman Tuhan di dunia seraya Tuhan mengadakan Pensucian dan Penyelamatan-Nya.

Namun, di satu sisi ada satu hal yang menjadi pengajaran berharga bagi kami bahwa bertirakat puasa untuk menjatuhkan kekuasaan itu sesungguhnya terlarang menurut Ketentuan Hukum Tuhan. Itu karena tirakat itu harus didasari tekad yang baik dan suci saja.

Tapi dalam Kehendak Tuhan menyudahi kekuasaan Soeharto, yang sesungguhnya memang sudah tak dapat diperpanjang lagi, dan Tuhan sudah tahu bahwa bangsa Indonesia sudah akan bangkit untuk melengserkan Soeharto, maka pada kesempatan pra-pelengseran itulah, Dia pun melibatkan kami untuk melenyapkan kekuatan mistik Soeharto agar suksesi Soeharto tak berdarah-darah.

Apabila kekuatan mistik sudah tak dimiliki lagi, karena wahyu keprabon Soeharto sudah lenyap, maka kekuatan mistik yang meliputi Indonesia tekanannya pun menjadi longgar.

Betapapun kekuatan mistik yang dominan di Indonesia itu berasal dari Nyi Loro Kidul. Sedangkan kekuatan magis Eden berasal dari Ruhul Kudus yang diberkati Tuhan. Pertarungan mistik antara keduanya sudah dimulai di era Soeharto. Nun, Nyi Loro Kidul dimenangkan oleh karena itu adalah pilihan bangsa Indonesia yang tidak mau berpihak kepada Eden.

Persepsi ini bukan kesimpulan kami, melainkan penjelasan itu datangnya dari Tuhan. Bahwa bilamana presiden menyembah jin, dalam hal ini Nyi Loro Kidul, jin perempuan yang paling diutamakan di Indonesia, maka liputan supremasi mistisnya juga dianut oleh bangsa Indonesia yang taklid kepada mistisisme presiden-presidennya. Maka konsekuensinya, ketika kami mendeklarasikan Jibril datang, tak ada yang mau mempercayainya.

Demikian aku yang babak belur di tengah pertarungan keduanya karena akulah yang terlihat di mata publik. Kapan Malaikat Jibril kalah dan kapan dia menang, niscaya itu akan terlihat melalui keadaan diriku.

Pelonggaran tekanan mistik yang sedang bertarung di Indonesia, itulah sesungguhnya yang dituju Tuhan. Namun, kepada kami ditegaskan oleh Tuhan bahwa terlarang bagi kami bertirakat untuk menjatuhkan kekuasaan atau hal-hal yang bermudarat bagi orang lain. Maka kami pun dititahkan Tuhan bersumpah untuk tak pernah melakukan tirakat semacam itu.

Dan kemudian Tuhan menitipkan reinkarnasi Soeharto ke Eden agar kami mendidik dan menyayangi reinkarnasi Soeharto sampai dia bisa menebus kesalahan-kesalahan kebijakan pemerintahannya dahulu.

Kelak bilamana kami berhasil mendidik dia dengan baik dan dia bisa berperan aktif dalam pengabdian menjalankan Amanat Allah di Eden, maka pahala pengabdiannya bisa mengimbangi kesalahan kebijakannya yang selama ini dicerca oleh banyak pihak. Tapi pelengseran paksa atas dirinya dan penderitaan sakitnya serta penistaan atas dirinya dari rakyatnya sendiri, sudah merupakan sebagian dari penebusan dosanya.

Adapun dosa Orde Baru terhadap PKI tak sepenuhnya ditanggung oleh Soeharto karena tak ada persepakatan resmi yang dikeluarkan oleh Soeharto terhadap pembantaian anggota PKI. Itu lebih pada kekhawatiran umat Muslim khususnya NU terhadap PKI.

Umat Islam sangat mengkhawatirkan PKI yang berafiliasi kepada komunisme, yang menganut paham atheisme. Muslim umat yang bertuhan niscaya tak menginginkan kekuatan komunis berjaya di Indonesia. Demikian peristiwa Gestapu menjadi pembinasaan terhadap kader-kader PKI oleh Muslim NU.

Namun pembantaian anggota PKI oleh oknum Muslim NU, itu pun disikapi Tuhan secara bijaksana dan adil. Bahwa jikalau umat yang bertuhan tak menginginkan komunisme itu bangkit berkuasa, dan ketika terjadi pembantaian atas PKI itu tak terhindarkan, maka itulah hutang ruh rezim Orde Baru yang ditanggung oleh mantan Presiden Soeharto.

Adapun atas peristiwa yang sesungguhnya tak diinginkan oleh seluruh bangsa Indonesia itu, demikian tulah-tulah karma rezim Orde Baru terhadap PKI telah disikapi dengan bijaksana oleh Tuhan dengan menempatkan ruh anggota PKI yang dibunuh oleh oknum NU/Anshor itu terlahirkan di keluarga NU, agar ketika anak itu terlahir, kemudian dibesarkan penuh cinta dan diasuh dan selamanya dicintai oleh kedua orang tuanya, maka terlunaskanlah dosa-dosa pembantaian atas PKI itu secara pribadi oleh orang-orangnya yang melahirkan anak yang ruhnya adalah ruh anggota PKI.

Keterangan saya ini ada karena Tuhan menginginkan saya menyampaikan Hukum Kebijaksanaan Tuhan terkait dengan jihad agama yang memusuhi atheisme dan komunisme. Selalu Tuhan itu menginginkan saya menjelaskan kebijakan Hukum-Nya yang tak biasa dan bisa dinilai kontroversial.

Dan bila Keterangan Tuhan itu akan dituduhkan kepada saya sebagai keterangan yang kontroversial sehingga tak bisa diterima oleh kalangan NU yang penasaran dan tidak seksama dalam menilai Kemahaadilan Tuhan dan Kemahakasih-Nya terhadap umat-Nya yang berjihad untuk agama. Namun pembantaian terhadap PKI pun tak dibenarkan Tuhan. Demikian Dia mengatasi hal itu dengan cara yang sudah kami terangkan.

Setelah Tuhan menugaskan saya untuk menjelaskan Keterangan Tuhan tersebut, saya juga diperkenankan oleh-Nya untuk berkomunikasi ruh dengan almarhum Gus Dur yang menerima keterangan saya ini dengan lugas. Dan beliau mengatakan, dia senang mendengarkan keteranganku ini. Karena dengan demikian banyak kalangan NU yang diringankan karmanya oleh karena Kebijaksanaan Tuhan tersebut.

Aku memang dikaruniai Tuhan kemampuan melakukan komunikasi ruh secara leluasa, sehingga aku bisa berbicara dengan siapa saja yang sudah meninggal bila ada keterangan yang kuperlukan, sebagaimana tanggapan Gus Dur terhadap apa yang sedang kutuliskan ini. Dan aku bahagia mendapat tanggapan yang positif darinya.

Sungguh secara pribadi aku kenal Gus Dur ketika beliau masih hidup, karena istrinya, Ibu Sinta Nuriyah adalah teman baikku, karena dia juga penggemar bunga kering dan pernah belajar tentang bunga kering kepadaku. Tapi pertemanan kami menjadi terputus karena aku sudah memasuki takdirku yang tak memungkinkan aku bergaul bermasyarakat lagi, demi kelancaran pensucianku sendiri, dan demi tanggung jawabku untuk selamanya netral dan tak berpihak kepada pihak mana pun, sampai Tuhan yang menyebutkan keberpihakan-Nya.

Dan aku hanya menuliskan apa pun yang dinyatakan Tuhan, sedangkan aku wajib selalu mandiri dan netral untuk selamanya. Demikian aku dipingit Tuhan di dalam rumahku sendiri untuk selamanya. Demikian aku sangat terbatasi dengan siapa pun. Kepada Ibu Sinta Nuriyah teriring salam.

Selanjutnya Keterangan Tuhan bahwa Dia sengaja mengadakan arahan ruh penebusan karma kalangan NU terhadap anggota PKI, dan itulah yang telah membuat NU kini tertampilkan sebagai organisasi Muslim terbesar di Indonesia yang memperjuangkan pluralisme, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Atas hal tersebut, kami berdoa kepada Tuhan agar apa yang sudah diperjuangkan NU untuk negara pada saat ini, semoga diberkati Tuhan.

Demikian Kebijaksanaan Tuhan terhadap jihad NU yang takut atheisme dan komunisme berkuasa di Indonesia. Subhanallah, tak ada hal yang tak ditangani Tuhan secara bijaksana dan adil. Demikian ruh anggota PKI terlahir kembali di keluarga NU kini menjadi tokoh-tokoh yang liberal yang cinta agama dan persatuan Indonesia. Demikian kebanyakan angkatan muda NU cerdas, liberal dan menganut pluralisme yang berkepribadian. Demikian penyeimbangan dari Tuhan.

Betapapun Soeharto bertanggung jawab atas pemenjaraan politis dan nasib napol PKI dan keluarganya. Mau tak mau hal itu harus dipertanggungjawabkan Soeharto kepada Tuhan. Demikian reinkarnasi Soeharto sejak dari kecil sudah mengalami Pengadilan Tuhan atas dirinya.

Hutang karma kami kepadanya karena tanpa sengaja memuasakan kejatuhan Soeharto, demikian kami harus membayarnya dengan kewajiban mendidik reinkarnasi Soeharto yang terlahir di Eden. Demikian Soeharto terlahir di Eden dari pasangan Rasul Arif dan Rasul Lilik, diberi nama Hayam Wuruk Keddap.

Demikian itu supaya ia bisa tumbuh di Eden dan kelak dapat membayar karmanya yang besar, yang sesungguhnya tak tertanggungkan olehnya, yaitu pemenjaraan atas anggota PKI dan kebijakan politiknya terkait dengan bersih lingkungan dari PKI, itu harus ditebus karmanya. Dan itu hanya dimungkinkan bisa tertebus bila dia selama hidupnya bekerja untuk Tuhan. Dan khususnya bekerja untuk menyelamatkan Indonesia.

Sejak umur 8 tahun dia sudah mulai menebus karmanya. Karena kenakalannya dia pernah ‘ditahan’ di kamar beberapa waktu lamanya agar dia sudah merasakan tak nyamannya menjadi orang yang dipenjara. Akan tetapi sifat nakalnya yang sulit diatasi itu pun menjadi berubah. Dan sejak umur 9 tahun dia sudah diajarkan  mengetikkan Pewahyuan oleh ayahnya. Dengan demikian dia akan terbiasa dengan bahasa Pewahyuan. Keddap adalah anak yang cerdas, dan kini sudah terdidik menjadi anak yang suci dan patuh kepada Tuhan.

Adapun reinkarnasi Soeharto itu diberi nama Hayam Wuruk Keddap, karena sesungguhnya dia juga adalah reinkarnasi Hayam Wuruk. Dan dia lahir di Eden saat kami dititahkan Tuhan tak bersosialisasi karena harus kedap dari segala kontak dengan masyarakat luas. Pada saat itu Tuhan tak berkenan menurunkan Wahyu untuk Indonesia, maka tak ada Risalah Eden yang kami adakan selama itu, mulai dari akhir 2007 sampai dengan Mei 2015.

Dan selama itu Tuhan pun mengadakan pensucian intensif atas kami semua, dan selama itu banyak berguguran teman-teman yang tak bisa melanjutkan pensucian mereka di Eden. Daripadanya kami melihat betapa pensucian Eden itu berat dan sangat sensitif. Seseorang gampang tergelincir bilamana memperturutkan keinginan hati yang tak sesuai dengan Ketentuan Tuhan di Eden.

Titah Tuhan kepadaku untuk berdoa di tempat-tempat khusus, pada awalnya tak mudah bagiku untuk menebak misteri apa di balik berdoa di tempat-tempat khusus tersebut karena Tuhan tak menyebutkan apa yang akan terjadi di tempat-tempat tersebut itu nanti. Apalagi kala itu aku baru memasuki takdirku yang sama sekali masih asing bagiku. Tapi tak ada alasan bagiku untuk tak melaksanakan Titah Tuhan itu karena aku meyakini niscaya semua hal itu penting adanya.

Biarlah waktu yang nanti akan membuka misteri itu. Demikian pada tahun 2015, misteri itu pun terungkap. Berarti misteri tersebut tersimpan selama dua puluh tahun.

Adapun Titah Tuhan untuk berdoa di berbagai tempat tersebut, aku selalu ditemani Titing Sulistami, namun di kantor DPP Golkar aku sempat ditemani juga oleh Dunuk dan mantan suaminya Danarto. Maka sesungguhnya, Titah Tuhan untuk berdoa di tempat-tempat tersebut aku mempunyai saksi.

Dan kini sudah terjawab apa Maksud Tuhan menitahkan aku berdoa di tempat-tempat khusus itu, kecuali Titah-Nya agar aku berdoa di Markas Besar Angkatan Darat di Jl. Veteran Jakarta Pusat. Berdoa di sana adalah satu-satunya yang sampai saat ini masih menjadi misteri bagiku karena belum terjawab. Belum ada satu peristiwa besar yang bersifat nasional yang terkait dengan Markas Besar TNI AD di Jalan Veteran Jakarta Pusat tersebut.

Ora et labora, motto itu mengingatkan aku pada banyak pengalamanku yang berharga, khususnya terkait dengan komunikasi transendentalku dengan Tuhan. Bahwa ternyata Tuhan biar pun ingin memberikan sesuatu kepadaku atas Kehendak-Nya sendiri, namun Dia niscaya terlebih dahulu menitahkan aku untuk berdoa kepada-Nya dan memohon kepada-Nya.

Adapun Anugerah-Nya yang ingin diberikan kepadaku itu baru akan diberikan-Nya niscaya setelah aku sudah bisa memenangkan Ujian-Nya yang berat atau yang sulit dan yang amat menyedihkan, dan dilemanya amat berat untuk ditanggung di hati. Makin berharga Karunia-Nya, makin berat Ujian-Nya.

Bahwa berdoa kepada Tuhan itu wajib dan tak ada cara yang lain untuk mengubah nasib tanpa mau berdoa kepada Tuhan, itu kusimpulkan dari pengalamanku selama ini, bahwa Tuhan baru bereaksi kalau kita berdoa. Maka komunikasi dengan Tuhan melalui doa itu jangan pernah tak dipentingkan ataupun diabaikan, seolah-olah manusia bisa mengadakan apa pun melalui akalnya dan kecerdasan serta keterampilannya sendiri.

Pengupayaan manusia melalui dirinya sendiri tak sama pencapaiannya bila Tuhan memberkatinya. Dan Tuhan memberkatinya bila manusia berdoa kepada Tuhan. Dan Tuhan menjawab doa melalui pertimbangan seberapa banyak pahala kebajikan seseorang yang bisa dijadikan pengabulan doa. Demikian Regulasi Tuhan dalam sistem Komunikasi-Nya dengan manusia melalui doa.


Let’s work with sincerity and pray with a deep pure heart.
The motto of ora et labora I believe it comes from God.