Tags

, , , ,

Itu terjadi dari tahun 1986 sampai 1995. Dan aku mondar-mandir di Lapas Wanita Tangerang, dan beberapa penjara lainnya waktu itu. Karena aku menjadikan kegiatan sosialku adalah pelayanan sosial untuk narapidana.

Saat itu Lapas Wanita Tangerang masih gersang, tak ada pohon-pohon rindang di sana. Lalu aku berinisiatif mencari bantuan untuk penghijauan Lapas Wanita Tangerang, dan mendapat bantuan dari Balai Penelitian Tanaman Puspitek. Berpuluh-puluh pohon buah-buahan dari berbagai jenis, mangga, jambu, kelapa dan lain-lainnya.

Ketika aku masuk ke Lapas Wanita Tangerang pada tahun 2010, kulihat pohon-pohon itu sudah tinggi, rindang dan berbuah banyak. Aku tak bisa membeli apa-apa di kantin penjara atau yang di depan penjara. Aku tak boleh membeli di mana terdapat aliran uang dari kejahatan. Sementara itu di penjara, niscaya aliran uangnya banyak uang haramnya. Jadi semua makanan untuk makan pagi siang dan malam, semuanya dibawakan dari rumah, termasuk air minum. Tapi yang istimewa, semua buah-buahan yang tumbuh di halaman Lapas Wanita Tangerang itu boleh kumakan. Kata Tuhan, buah-buahan di halaman Lapas itu halal bagiku karena pohonnya berasal dari upayaku.

Begitulah aku senang sekali bisa makan buah jambu yang manis dan buahnya banyak.  Kurveku Ernawati rajin memetikkan buah Jambu untukku. Karena Jambu itu merupakan satu-satunya makanan halal yang bisa kuperoleh di penjara, maka aku sangat menikmatinya. It was the time for me to enjoy my previous endeavor.

Kalau aku tak pernah diminta oleh Pak Ismail Saleh untuk mengajar bunga kering di penjara, boleh jadi aku sangat takut dipenjara ketika aku harus mengalaminya. Kiranya Tuhan memperjalankan aku dari penjara ke penjara, menjadikan kegiatan sosialku sebagai pelayanan terhadap narapidana dan mantan narapidana untuk mempersiapkan mentalku kala aku harus menghadapi pemenjaraan. Dan ternyata itu memang berhasil membuatku tabah. Bau penjara dan suasananya sudah terbiasa bagiku sebelum aku masuk penjara. Itulah hikmahnya.

Demikian ketika aku terancam masuk penjara, tak sulit bagiku untuk mengikhlaskan diriku. Apalagi aku tahu risiko menyampaikan Amanat Allah ke publik. Niscaya harus menempuh segala bahaya.

Ketika aku baru masuk ke Lapas Wanita Tangerang, beberapa petugas Lapas Wanita Tangerang masih mengenaliku dengan baik, termasuk Kalapasnya. Dan mungkin, karena aku pernah mengajar di sana, maka aku di sana diperlakukan dengan baik. Mantan Kepala Bengker, Ibu Sarmi, masih sangat mengenaliku, dan dia sangat baik padaku. Aku sering terharu kalau dia menceritakan saat-saat aku mengajar di sana dahulu. Dan dia masih menyimpan semua peralatan yang pernah kuadakan di sana. Demikian kami bergembira bersamanya menyelenggarakan pengajaran bunga kering untuk narapidana lagi di sana. Hanya bedanya, aku pun sudah jadi napi juga.

Masa karantinaku kulalui dengan berada sendirian di kamarku. Dan setelah itu, kamar itu tetap hanya aku yang menempatinya. Dan itu suatu pengistimewaan terhadapku. Maka aku patut berterima kasih kepada almarhum Ismail Saleh yang sempat memintaku mengajar di sana. Aku sempat minta sama pak Ismail Saleh dana untuk membangun Laboratorium Bunga Kering di Lapas Wanita Tangerang, dan disetujuinya. Dan aku diberikan dananya.

Tapi ketika aku sampai di Lapas Wanita Tangerang, kulihat ruang laboratorium bunga kering itu tak terurus, menjadi gudang timbunan barang tak terpakai. Dan konon, kata para napi kepadaku, tempat itu terpakai untuk nyabu sembunyi-sembunyi atau pacaran di antara napi.

Dan aku merasa sangat berdosa kalau membiarkan hal itu berlarut-larut, karena aku terlibat dalam pengadaan ruangan itu dulu. Untungnya aku diminta oleh Kalapas untuk mengajar bunga kering untuk para napi. Dan Bu Etty, Kalapas waktu itu, memperkenankan aku merenovasi ruangan laboratorium bunga kering tersebut.

Setelah kucarikan dana dari teman-teman Eden, aku mencicil merapikan ruang itu. Dan jadilah ruangan itu menjadi kelasku mengajar di sana. Kelas bunga keringku seperti kelas internasional, karena muridku ada yang dari Iran, Thailand, Malaysia, Nigeria dan lain-lain.

Ini sebagian murid-muridku sedang berpose pada saat merayakan Tahun Baru 2011 di ruang Laboratorium Bunga Kering yang sudah kurenovasi.

Ini sebagian murid-muridku sedang berpose pada saat merayakan Tahun Baru 2011 di ruang Laboratorium Bunga Kering yang sudah kurenovasi.

Aku mengajar bunga kering sambil memasukkan idealisme dalam prinsip-prinsip merangkai bunga. Dan materi pengajarannya kujadikan buku, agar ketika aku bebas mereka masih punya bukuku yang bisa dipelajarinya.

Martha Tilaar pernah datang menjengukku. Dan waktu itu dia menampung kartu-kartu buatan muridku dan dipasarkan olehnya. Tapi semenjak aku sudah bebas, aku ragu kualitasnya masih bisa bertahan dan apakah masih bisa memenuhi standar sense Martha Tilaar. Tapi betapapun aku mengucapkan terima kasih kepada Ibu Martha Tilaar yang baik.

Di Lapas Wanita Tangerang ini aku ditempatkan di blok Melati. Satu blok dengan Ola, ratu sabu yang pernah menghebohkan karena mendapat grasi dari SBY. Ola memang beruntung bisa dapat grasi. Karena sesungguhnya Ola sang jenderal itu, memang jagoan sekali di Lapas Wanita Tangerang, sepertinya semua orang takut sama dia, termasuk petugas.

Aku heran, kenapa masih banyak juga petugas yang bersedia bersaksi baik atas dia sehingga ia patut diberi grasi, dan dia pun berhasil menembus semua prosedur untuk mendapatkan grasi dari presiden. Padahal semua orang juga tahu siapa dia. Tapi sudahlah, dia sudah dapat grasi. Di Indonesia keberuntungan memang bisa dibeli.

Kalau di Rutan Pondok Bambu, aku dapat kamar yang sesak-sesakan, tapi di Lapas Wanita Tangerang, aku dapat  kamar untukku sendiri. Aku tak memintanya, tahu-tahu aku dapat kamar itu dan tak ada orang lain lagi yang masuk kamar itu sampai aku bebas. Aku hanya menduga, barangkali karena aku pernah mengajar di Lapas itu maka aku mendapatkan privilege tersebut. Dan karena aku sendiri,  maka aku ingin merenovasi kamarku, supaya aku nyaman. Dan aku pun diizinkan. Dan inilah kamarku yang sudah kurenovasi:

mg_7144

Aku diperkenankan mengganti kloset jongkok menjadi kloset duduk, karena usiaku sudah tua dan tak bisa lagi jongkok, dan kalau jongkok susah berdiri. Maka diperkenankan menggantikannya menjadi kloset duduk.

Kamar ini biasanya diisi lima orang. Bayangkan, ruang sekecil ini kalau diisi lima orang. Untung aku hanya sendiri di sini. Dan aku menggunakan waktu banyak untuk menulis di kamar ini, terutama untuk menulis buku dan Pewahyuan.

Aku tak dipermasalahkan merenovasi kamarku ini, karena semua yang ada di kamarku itu bukan barang mewah. Apa-apa yang kupajang adalah buatanku sendiri atau buatan teman-teman di Eden.

Puji syukur, aku sudah bebas. Horee…!

Puji syukur, aku sudah bebas. Horee…!

Ini puisiku:

Naik kereta ke mana-mana
Tak seperti naik mobil tahanan dari penjara ke penjara
Aku bebas, ha ha ha….aku bebas…
Menjadi orang bebas belum berarti segalanya bebas
Aku masih terkungkung dalam tuduhan sesat

Bagaimanapun aku sulit membebaskan tuduhan itu
Sebelum Tuhan membuktikan aku benar.

Freedom means nothing without freedom of beliefs.