Tags

, , , ,

[English Version]

Di ruang karantina, aku melihat narapidana narkoba itu cantik-cantik dan seksi-seksi. Pernah mendiami penjara narkoba di Polda dan di Rutan Pondok Bambu serta Lapas Wanita Tangerang, membuatku akrab dengan para napi narkoba.

Kebanyakan dari mereka sulit meninggalkan dunia narkoba. Merasa selalu gagal menyadarkan mereka, aku mencoba mengajari mereka merangkai bunga. Aku disempatkan Tuhan mengajar merangkai bunga di Lapas Wanita Tangerang. Kebanyakan muridku napi narkoba.

Untuk murid-muridku di Lapas, aku meninggalkan buku untuk mereka, judulnya: Filosofi Bunga dari Penjara. Gambar dari halaman yang terbuka adalah karya murid-muridku yang di sana.

Untuk murid-muridku di Lapas, aku meninggalkan buku untuk mereka, judulnya: Filosofi Bunga dari Penjara. Gambar dari halaman yang terbuka adalah karya murid-muridku yang di sana.

Banyak hal yang menjadi hambatan bagiku untuk membawa mereka keluar dari dunia narkoba, terutama karena mereka sulit meninggalkan ketagihan atas narkoba dan aliran uang narkoba.

Ada satu pengalamanku di ruang karantina di Rutan Pondok Bambu. Bahwa wanita-wanita pengidap narkoba itu juga tak bermoral. Mereka hidup bebas seperti tanpa ikatan. Kalau perempuan-perempuan pengidap narkoba itu banyak yang cantik-cantik dan tanpa idealisme. Bisa bayangkan sejauh mana mereka mengupayakan daya tarik mereka untuk mendapatkan narkoba.

Di karantina itu setiap saat suara hingar bingar musik disko memekakkan telinga. Aku yang sudah terbiasa berkontemplasi tentu saja tak nyaman merasakan hal itu dan merasa sangat terganggu. Apalagi kalau mereka sudah bikin acara menyewa ‘organ tunggal’ masuk ke dalam penjara, dan menari dangdutlah mereka semua.

Mereka dibiarkan menari erotis ramai-ramai di ruang jemuran yang besi-besi jemurannya dipinggirkan. Dan mereka menari dangdut beramai-ramai dengan suara musik yang hingar bingar, sampai hujan pun mereka tetap menari dan tetap hingar bingar.

Bisakah Anda bayangkan bahwa aku yang sedang ingin menjauhi dosa, harus memandangi para napi itu sedang masyuk berdangdut sambil para lesbian di situ juga asyik-masyuk saling bercumbu dan berciuman. Perempuan sama perempuan! Those are exaggerated sins, nauzubillahi minzalik!

Ketika itu aku merasa sedang berada di neraka. Kulihat napi-napi perempuan yang lesbian berpelukan menari dengan pacarnya, meliuk-liuk, memuakkan yang melihatnya. Tapi semua itu dibiarkan.

Dan aku berdoa kepada Tuhan agar aku segera diselamatkan dari tempat itu. Dari ruang karantina yang penuh sesak, aku melihat kehingar-bingaran dan dosa-dosa itu, tapi aku sudah di sini.  Dan kata Jibril, ”Kau harus melihat itu semua sebelum kau sampai pada kesempatan ujian yang lainnya.”

Aku hanya bisa tercenung sambil menunggu giliran mandi di kamar mandi yang selalu penuh dan tak pernah kosong. Untunglah Palkam (Kepala Keamanan)  ruang karantina baik kepadaku dan menyuruh orang-orang yang masih di kamar mandi yang sudah hampir selesai memberikan aku waktu untuk mandi dan yang lainnya tidak boleh masuk selama aku mandi.

Dan aku aman karena Palkam yang baik itu. Aku rasa itu adalah pertolongan Tuhan kepadaku. Aku memang sudah tua jadi aku lupa nama Palkam yang baik itu. Jadi semoga saja dia diberkati Tuhan dengan kemudahan dalam hidupnya.

Ini ruang karantina. Aku sempat dua kali disekap di sana, tahun 2006 dan 2009. Napi baru harus mengalami penaling (pengenalan lingkungan) selama seminggu di ruang karantina.

Ini ruang karantina. Aku sempat dua kali disekap di sana, tahun 2006 dan 2009. Napi baru harus mengalami penaling (pengenalan lingkungan) selama seminggu di ruang karantina.