Salam Salamullah, Salam Keselamatan dari Allah

 Kitab Suci Al Quran Surat Qaaf ayat 41:

Dan dengarkanlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.

Secara jelas Malaikat Jibril meninjau kesahihan fatwa-fatwa MUI yang telah diputuskan dan dinyatakan sebagai pemberi syafaat kepada masyarakat. Adapun fatwa-fatwa MUI disejajarkan sebagai pemberi kemaslahatan bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam.

Setelah Salamullah menyampaikan gugatan fatwa MUI yang menyesatkan Lia Aminuddin dan Salamullah, pada hari Jumat tanggal 9 Juli 1999 di Kantor Pusat MUI di Masjid Istiqlal pada jam 10.00 WIB, maka dengan ini kami menyalinkan Fatwa Malaikat Jibril sebagai tanggapan terhadap fatwa MUI sebagai berikut:

FATWA MALAIKAT JIBRIL:

Tuduhan sesat terhadap Lia Aminuddin dan Salamullah tak berdasarkan dalil-dalil yang tepat dan benar. Fatwa itu telah ditegaskan dan disebarluaskan dan telah menjadi ketentuan sikap dan perlakuan terhadap Salamullah dan Lia Aminuddin bersama Malaikat Jibril. Dan pada kenyataannya, tak pernah ada peninjauan pengkajian atas ketepatan dan kebenaran fatwa tersebut ataupun kesalahannya.

Betapa Salamullah tetap menyatakan keyakinannya atas kebenarannya. Betapa penjelasan-penjelasan yang diajukan Salamullah tak pernah ingin dikaji oleh MUI. Fatwa sesat itu telah menjadi baku dan tak akan ditinjau kembali. Sedangkan MUI di dalam keputusannya pada bait-bait terakhir telah menyatakan, MUI bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan pada Lia Aminuddin dan jamaahnya. Dan surat keputusan itu telah ditetapkan dengan ketentuan: Bila di kemudian hari terdapat kekeliruan di dalam tulisan tersebut, akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Kedudukan MUI telah menjadi pengundang-undang yang paten bagi umat Islam di Indonesia. Maka fatwa itu juga tak pernah ada yang ingin meninjaunya dan dianggap tak patut untuk dikoreksi. Fatwa itu telah dianggap hasil kebijakan dari liputan pemikiran yang qat’iy dan yang sempurna kekukuhan dalilnya.

Tak ada peluang bagi Salamullah untuk membela diri. Betapa Sumpah Mubahalah sekalipun tak dapat membuat MUI bergeming untuk mencoba melihat, adakah kebenaran yang diyakini oleh Lia Aminuddin dan Salamullah itu dimungkinkan benar ataupun mengandung kebenaran. Kebenaran yang diyakininya tak pernah ingin dilihat, andaikata pun untuk dikaji. Dinilai tuduhan sesat itu telah final dan tak dimungkinkan dibatalkan maupun digugat.

Manakah janji pembinaan terhadap mereka? Bila ada janji, manakah janji itu pernah ditepati? Pembinaan terhadap Lia dan jamaahnya hanya tertulis, sedangkan Salamullah telah berkali-kali mengusulkan pembinaan tersebut. Salamullah telah berkali-kali pula berupaya menyatakan ketidaksesatan mereka melalui surat-surat edaran dan syiar melalui buletin Lentera Iman-Salam Salamullah, mengapa tak ditanggapi?

Bila serumpun kebenaran itu telah jelas dapat dikemukakan oleh Salamullah, dan bila fatwa MUI itu pun tak mungkin diubah, maka aku, Malaikat Jibril, akan menggunakan hak otoritasku untuk menyampaikan penilaian terhadap fatwa-fatwa MUI, yaitu:

Fatwa sesat MUI itu adalah fatwa yang telah mengadili kebenaran. Dan terkutuklah orang yang mengadili kebenaran dengan cara yang tak adil dan sewenang-wenang. Menjadilah itu pembenaran atas keegoan kewenangan.

MUI telah menjadi menara gading fatwa yang tak pandai melihat kebenaran hakiki. Maka aku, Malaikat Jibril, menyatakan, keputusan dan penggunaan dalil-dalil fatwa itu harus dipertanggungjawabkan di Hadapan Allah. Maka sesuai dengan padanan fatwa MUI, maka aku, Malaikat Jibril, akan mengemukakan Ketentuan-ketentuan Allah terhadap perhitungan kebenaran maupun kesalahan sebuah fatwa sebagai berikut:

Kemaslahatan Sebuah Fatwa:

Ialah bahwa bila fatwa itu mengandung kebenaran dan dinyatakan sebagai fatwa yang dijamin oleh dalil-dalil qat’iy sehingga menyiarkan kebenaran Ajaran Allah, dan di dalamnya ada i’tikad untuk pencarian kebenaran yang hakiki. Bilamana fatwa itu diberlakukan di hadapan umat sehingga kemaslahatannya sampai kepada masyarakat, maka jadilah fatwa itu disertai limpahan pahala dan keberkahan.

Pahala dan keberkahan itu meliputi para perumus, penentu, dan pembagi fatwa, dan masyarakat yang mengingat dan merujuknya. Bahkan bagi mereka juga telah tersimpan pahala dan berkah atas penalaran dan segala aktivitas yang memperturutkan fatwa itu, sebagaimana masih tersimpannya kemaslahatan fatwa itu setelah diputuskannya, hingga sampai muara tujuan kebaikan fatwa itu. Segala kebaikan mengalir selama perjalanan fatwa tersebut di tengah masyarakat. Berapapun kebaikan dan  kemaslahatan yang terbiaskan oleh fatwa itu, demikian jumlah bilangan pahala dan berkah itu terus mengalir dan menjadi milik mereka.

Bilamana kebaikan fatwa itu telah sampai tujuannya dan telah menyelamatkan kebenaran dan telah mampu menolak kemudaratan, maka jadilah fatwa itu mukjizat. Demikian pula mukjizat fatwa itu pun menjadi miliknya. Dan pahala serta berkah atas mukjizat itu pun berlimpah kepadanya. Sedangkan limpahan berkah mukjizat itu akan menuai kebijakan-kebijakan yang benar dan arif, yang dituntunkan Allah melalui nalurinya. Sehingga serumpun kearifan dan kebijakan akan mengalir menjadi rezeki dan kemuliaan yang menyertai kewenangannya.

Kemenangan atas kebenaran pun selalu akan meliputi dan melibatkan dirinya. Tuntunan kebijakan yang telah menjadi nurnya menempatkannya menjadi ahli kebenaran. Penyatuan kebenaran dan kemenangan kebenaran tak akan pernah jauh darinya dan dimungkinkan kepadanyalah Allah ridha menjadikannya sebagai kebenaran.

Kemudaratan Sebuah Fatwa:

Bagi fatwa yang salah, fatwa-fatwa yang dikemukakan dengan ceroboh sehingga menjadikan kemudaratan adalah fatwa yang dapat digugat. Dan di antara kemudaratan-kemudaratan yang terjadi, maka sejumlah kemudaratan itu pun nantinya harus dipertanggungjawabkan di Hadapan Allah.

Dan sebagai fatwa yang mendatangkan mudarat sehingga dosa-dosa yang terjadi yang diperbuat oleh pemanfaat fatwa ataupun perbuatan-perbuatan yang salah karena merujuk fatwa itu, baik oleh individual maupun yang disepakati oleh lembaga yudikatif dan legislatif, lembaga-lembaga sosial dan non-sosial, lembaga keagamaan dan masyarakat, maka kemudaratannya itu telah meliputi seluruh masyarakat dan bangsa.

Fatwa yang telah ditegaskan dan telah dikomunikasikan secara terbuka di masyarakat, menjadilah fatwa itu nasihat untuk seluruh bangsa. Bilamana masalah yang dicantumkan di dalam fatwa itu tetap eksis dan tak dapat dipadamkan oleh keputusan fatwa tersebut, maka terbilang dalil-dalil yang dikemukakan di dalam fatwa itu selayaknya dikaji ulang atau dibatalkan. Karena penilaian itu tentulah tidak tepat untuk diberlakukan.

Sebuah Takdir Allah adalah hakiki. Ketahanannya menempuh masa, menembus segala peringkat kesulitan tak membebani pembawa amanah, melainkan terbebankan kepada mereka yang menyulitkannya.

Suatu kesalahan tak boleh dibiarkan, dan suatu kebenaran tak boleh diterlantarkan. Demikian Sunnah Allah itu, bahwa kemudaratan sebuah fatwa akan dihadapkan dengan kenyataan kebenaran. Dan kebenaran fatwa akan dikemukakan sebagai penuntas masalah, dan kemenangan kebenaran atas kemudaratan dan kesalahan.

Betapa Malaikat Jibril menjadi Saksi Allah atas kemudaratan yang menimpa Janji-janji Allah dan Pertolongan Allah terhadap bangsa Indonesia. Betapa Malaikat Jibril menjadi Saksi Allah atas kendala-kendala yang disebabkan oleh fatwa MUI itu, sehingga Pertolongan dan Janji-janji Allah ini tertunda.

Malaikat Jibril menyandang Amanah Allah yang tak dipercaya akibat fatwa itu. Malaikat Jibril yang ditetapkan Allah sebagai Rasul Allah yang diturunkan ke bumi dan dipilih Allah menetap di Indonesia telah ditolak dan dihujat.

Betapapun penolakan itu telah membatasi Pertolongan Allah kepada bangsa Indonesia. Betapapun kemudaratan fatwa itu telah menjadikan Salamullah dan Lia Aminuddin terputus syiarnya dan telah menjadikan mereka terengah-engah di dalam kesempitan yang diakibatkan oleh fatwa tersebut. Janji Allah, Pertolongan Allah, telah ditolak bangsa Indonesia karena menyesuaikan sikap dengan adanya fatwa MUI. Berapa jumlah bangsa Indonesia, berapakah jumlah umat Islamnya? Nyaringkah suara keputusan fatwa MUI itu? Berapakah yang dimungkinkan dapat mempercayai takdir ini, bila lembaga MUI telah menyatakan sesat? Berdosakah orang yang menghujat dan menghalalkan darah Utusan Allah?

Banyakkah limpahan rahmat dan berkah yang ingin diberikan Allah pada bangsa Indonesia? Mampukah bangsa ini menyelesaikan segala kesulitannya? Berapakah Kekuasaan Allah? Adakah Allah tak ingin dipentingkan, bila sebuah negeri itu terkena Peringatan Allah? Bila semua ini jawabannya adalah “ya”, maka Sanksi Allah terhadap bangsa Indonesia ini pun kusebutkan sebagai ganjaran penolakan bangsa Indonesia atas Takdir Allah ini.

Wahai MUI, adakah kamu tahu jumlah bilangan orang-orang yang menolak Salamullah? Berapapun yang menolaknya, terlebih-lebih yang memusuhinya, apalagi bila telah mengatakan halal darahnya, sedangkan Lia Aminuddin dan salamullah hanyalah orang-orang yang menyampaikan Peringatan Allah. Adakah kamu melihat mereka pernah mengatakan yang lain selain Peringatan Allah?

Wahai MUI, hitunglah jumlah orang-orang yang memusuhi dan yang menolak Takdir ini! Maka kuhitungkan kepadamu, yang percaya kepada Salamullah dan mau berjihad untuk Amanah Allah ini, tak lebih dari 100 orang. Dan mereka pun menderita dan bersembunyi dari kemarahan orang-orang yang mereka cintai.

Wahai MUI, dapatkah kamu membayangkan perasaan istri yang takut pada suaminya, padahal dia pergi untuk mensucikan dirinya dan menemui Allah di Jalan-Nya? Takutkah Lia menyatakan ini, sedangkan seluruh keluarganya terikut mengatakan dia telah sangat jauh tersesat? Mungkinkah dia menyatakan Amanah Allah ini, bilamana dia telah kehilangan pegangan karena dia dijauhi semua orang?

Wahai MUI, hitunglah penderitaan mereka dan hitunglah jumlah bilangan orang-orang yang menolak dan memusuhinya karena fatwamu itu. Maka itulah jumlah bilangan kemudaratannya. Dan jadilah itu sebagai beban dosamu yang seharusnya dapat kamu sadari telah menjadikan kemalangan-kemalangan yang telah menimpa bangsamu.

Siapakah yang menciptakan kesulitan-kesulitan ini? Sudahkah kamu menghitung penyebabnya? Penyebabnya adalah kemusyrikan dan kemaksiatan yang menjamur di negeri ini. Manakah fatwamu untuk memperingatkan keadaan itu? Tiadalah kamu membuat fatwa yang berimbang, di antara fatwa pengkultusan dan legitimasi, di samping fatwa perbaikan akhlak dan moral, dan kemaslahatan agama Islam yang terancam oleh kemusyrikan. Mana fatwa-fatwamu yang tajam terhadap penyimpangan ajaran Islam yang mengkultuskan dajjal Nyi Loro Kidul? Belalah fatwa-fatwamu di Hadapan Allah.

Penyatuan Islam dan Kristen adalah Perintah Allah yang sedang kubawa turun ini. Saat ini tidaklah mudah bagi kedua umat Allah ini dapat menyatu, sedangkan penduduk negeri ini mayoritas Islam. Penganiayaan dan pembakaran gereja tidaklah dapat terjadi bilamana penduduk mayoritas membagikan rahmatan lil alamin ajarannya terhadap kaum minoritas.

Kebangkitan Nabi Isa disepakati Allah di Indonesia dan berwajah Islam. Tidaklah kamu mampu mengetahui Rencana-rencana Allah, namun rahasia mutasyabihat Al Quran akan ditampakkan Allah ke bumi ini menjadi mukjizat Utusan Tuhan yang menyatu di dalam takdir ini bersamaku.

Pernahkah aku turun untuk suatu hal yang kecil, sedangkan aku menempuh waktu untuk mengatakan hal ini, sedangkan Allah dapat membentangkan kecerdasanku melampaui masa dan menempuh semesta?

Wahai MUI, tiadalah aku menggaungkan diriku melainkan bila itu kuperlukan agar kamu mau menengok kemampuanku. Sumpah Mubahalah pun tak kamu tengok. Maka tunggulah kemampuan yang diridhakan Allah kepadaku, yang akan membuatmu percaya. Mampukah Lia menjawabmu, sedangkan dia tak memahami secuil pun kalimat bahasa Arab?

Wahai MUI, kajilah keadaan dan pengalaman Lia Aminuddin dan Salamullah. Seluruhnya itu sama dengan Wahyu di dalam Injil dan sesuai dengan makna tersurat maupun tersirat di dalam Al Quran. Mampukah dia menyesuaikan dirinya dengan Injil dan Al Quran? Tiadalah kamu dapat melihatnya, melainkan lebih suka mencemoohkannya. Karena sungguh, tugasku ini sama ketika aku membawakan Wahyu Injil kepada Nabi Isa dahulu, para pendeta Yahudi pun merasa diri merekalah kebenaran itu.

Perempuan sebagai Utusan Tuhan dan anaknya sebagai reinkarnasi Nabi Isa, sangat kontroversial. Manakah yang dapat dipahami oleh umat manusia segala Kehendak Allah sebelum Allah sampai kepada yang dikehendaki-Nya? Yaitu penginjil yang diingatkan atas ajaran Trinitas, dan ulama yang sudah pongah dan suka bertengkar, dan membiarkan kemusyrikan.

Sungguh, aku datang untuk tujuan menjernihkan Ajaran-ajaran Allah kembali melalui Lia Aminuddin dan Salamullah. Mereka adakah orang-orang yang awam dan tak berilmu. Betapapun aku telah menjadikan fatwa itu sebagai penghitung kemudaratan.

Tiadalah mereka dapat menyampaikan Janji dan Pertolongan Allah itu, sedangkan mereka telah berjihad dengan keadaan yang sempit dan terbatas. Tiadalah mereka dijamin dengan keadilan. Tuntutan terhadap mereka kepada Kejaksaan Agung telah dinyatakan sebagai tuntutan MUI yang bersungguh-sungguh kepadanya.

Tiadalah kesungguh-sungguhan itu patut disejajarkan sebagaimana tuntutan terhadap Salamullah kepada Kejaksaan Agung dan gugatan Mubahalah yang dilecehkan. Tiadalah MUI menanggapi kedatangan Malaikat Jibril ke kantor pusatnya, sedangkan surat pernyataan akan kedatangannya telah disampaikan.

Betapa aku, Malaikat Jibril, akan menggandakan peliputan Gugatan Allah kepada MUI sebagai berikut:

Penyelesaian yang tertutup maupun yang terbuka akan dikemukakan Allah sebagaimana diberlakukannya fatwa itu. Sebagaimana fatwa itu telah diberlakukan secara terbuka, sebagaimana pendakwaan yang tak berasaskan keadilan, sebagaimana runtutan pengupayaan dan penantian jawaban atas janji yang telah disepakati, sebagaimana kebenaran-kebenaran itu yang telah dikemukakan oleh Salamullah, sebagaimana kesaksian Malaikat Jibril atas penuntutan ini, maka aku, Malaikat Jibril, menyebutkan bahwa fatwa itu telah kami jadikan pula penuntutan terhadap MUI, yaitu menjadi Mubahalah antara Malaikat Jibril, Lia Aminuddin, dan Salamullah terhadap para perumus, penentu, dan pendakwa fatwa MUI yang telah menyatakan kami sesat. Aku, Malaikat Jibril, mendesakkan Mubahalah itu dan menyatakan secara terbuka di masyarakat dan bangsa Indonesia.

Aku, Malaikat Jibril, pembawa Wahyu Allah menyatakan, bahwa akulah yang akan mendakwa MUI atas fatwa-fatwanya. Fatwa-fatwa yang meliputi keadaan Salamullah dan fatwa politik/legitimasi yang telah disebutkan sebagai pembahasan, demi untuk dihadirkan sebagai perangkat Pembalasan Allah.

Aku, Malaikat Jibril, memberikan tanggapan atas keputusan fatwa MUI yang bernomor: Kep. 768/MUI/XII/1997, tentang fatwa keputusan sesat terhadap Lia Aminudin dan Salamullah di dalam surat keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia tentang Malaikat Jibril Mendampingi Manusia.

Setelah menilai dalil-dalil yang disebutkan sebagai dalil yang diperhatikan, dipertimbangkan, dan yang diingatkan, maka dinyatakan Jibril tak dimungkinkan turun lagi setelah berakhirnya kenabian oleh Nabi Muhammad.

Sesungguhnya Allah-lah yang mengutus Malaikat Jibril kapan pun dikehendaki. Sesungguhnya tiadalah Malaikat Jibril itu diutus Allah, melainkan hanya untuk menyampaikan Peringatan-peringatan Allah. Adapun Peringatan Allah telah sampai kepada MUI yang telah menjadikan sebuah fatwa dengan pertimbangan yang rapuh dan kurang matang, sehingga telah mendakwa sesat terhadap sebuah Takdir Ketentuan Allah.

Adalah sesat fatwa yang menyesatkan Ketentuan Allah. Adalah sesat bagi setiap ketentuan yang telah memporakporandakan Takdir Allah. Dan adalah sesat segala ketentuan yang tak ingin menimbang kebenaran dan keadilan yang telah dinyatakan dan telah disampaikan Malaikat Jibril, Rasul Allah.

Adalah aku, Malaikat Jibril, telah menilai fatwa itu tak melalui pertimbangan-pertimbangan yang fasih, dan tak melalui pertimbangan yang adil dan pula sangat tegas, dan tak berkompromi, dan tak bersedia menerima gugatan maupun kritikan. Maka keadaan itu telah menjadikan sebuah jurang terhadap kebenaran, khususnya kebenaran yang sedang diemban oleh Malaikat Jibril. Betapa terhadap MUI, jurang itu telah membataskan audiensi dan peranan MUI terhadapku.

Sedianya kami tak ingin terbatasi oleh Mubahalah. Namun tanggapan MUI tak pernah mempedulikan syiar-syiar yang disampaikan maupun surat-surat penjelasan dari Malaikat Jibril. Maka pun tak ada upaya lagi yang layak dapat diupayakan, melainkan upaya yang termaksimal, yaitu Mubahalah.

Adakah MUI yang tak pandai menilai harkat kebenaran? Adalah MUI yang lebih menilai harkatnya sendiri. Sedangkan aku, Malaikat Jibril sengaja berjalan di tengah umat menjadi guru bagi mereka.

Adalah aku, Rasul Allah, yang sedang menilik kemaksiatan dan kemusyrikan. Adalah aku, Rasul Allah, yang sedang menilik kesalahan-kesalahan dan dosa. Adalah aku, Rasul Allah yang menjadi saksi dan penilai atas dosa-dosa itu. Adalah aku, Rasul Allah yang sedang membawakan Keadilan Allah atas dosa-dosa dan kebenaran. Adalah aku, Rasul Allah yang menempati kewenangan dan penjelasan atas Perintah Allah, atas hisab, azab, dan Kutukan Allah. Adalah aku, Rasul Allah yang menyertai Berkah dan Rahmat Allah, serta Pertolongan-Nya bagi siapa-siapa yang bersama kebenaran.

Betapapun tiada Janji-janji Allah yang tak kusampaikan. Tiada Hisab dan Kutukan Allah yang ditunda. Betapa aku datang untuk mengadilimu. Betapa aku datang untuk menangkap pencuri dan menyatakan neraka. Betapa aku membawa kedaulatan hisab.

Inilah aku, Malaikat Jibril, yang akan mengadili fatwa sesat terhadap Takdir Allah, Salamullah. Dan aku menyatakan Amanah Allah, bahwasanya akulah yang akan menuntutkan Mubahalah kepadamu. Aku pulalah yang menjadikan apa-apa yang menjadi Keputusan Allah atas permubahalahan itu. Dan aku pulalah yang akan memberikan Kesaksian dan Penilaian Allah atas imbalan dan ganjaran terhadap dakwaan fatwa ini.

Kitab Suci Al Quran Surat Al Hasyr ayat 2:

“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar dan mereka mengira bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah; maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”.

Bilamana fatwamulah yang sesat, maka Allah akan membukakan kesesatannya. Aku berfungsi mengajarkan Salamullah untuk membeberkan fatwa tersebut. Manakala kemudaratan sebuah fatwa itu ingin dibalaskan Allah, maka jadilah fatwa-fatwamu yang lain akan mempermalukanmu. Manakala kamu masih ingin unjuk gigi atas kewenanganmu dengan pernyataan-pernyataan fatwa, sedangkan kamu telah terbiasa menyediakan fatwa demi legitimasi politik, sedangkan kamu selayaknya menjadi imam dan pewaris nabi yang tak dipatutkan memihak siapapun melainkan hanya kepada kebenaran Ajaran Allah.

Adalah kamu yang telah sering membahaskan Ayat-ayat Allah dengan penafsiran yang disesuaikan. Manakala perbuatan itu ingin dihentikan Allah, maka jadilah kemudaratan fatwamu itu kelak menjadi hisabmu. Demikian kunyatakan, bahwa kemudaratan fatwa-fatwamu itu menjadi penilaian bagimu sendiri.

Adakah kamu yang telah menurunkan rekomendasi hasil kongres umat Islam Indonesia tentang persepsi gender terhadap kepemimpinan? Adakah kamu yang telah melarang kepemimpinan itu wanita? Fatwa ataupun rekomendasi tak pelik menilainya, bahwa keputusan kongres tersebut adalah hasil perhelatan MUI.

Mengapa kamu tak menghalalkan wanita sebagai pemimpin, sedangkan Allah sedang memperlihatkan Keterlibatan-Nya menempatkan wanita sebagai pemimpin? Adakah wanita itu yang kini sedang dimenangkan Allah? Mampukah kamu menghentikannya bila Allah menginginkannya?

Adakah kamu juga tak menyanggupkan Utusan Tuhan itu wanita, sedangkan Allah juga yang menghendakinya? Bagaimana Kehendak Allah, bagaimana kehendakmu? Manakah yang lebih dimampukan, Allah ataukah fatwamu? Manakah wanita yang kamu haramkan menjadi pemimpin, sedangkan kamu tak melihat Allah pun mengharamkannya. Maka jadilah wanita sebagai pemimpin. Maka menanglah pendukungnya. Maka jadilah kamu memaksakan fatwamu yang lainnya kembali dan menyatakannya siapa-siapa yang memilihnya adalah murtad. Murtadkah mereka yang memilihnya, walaupun mereka tetap di dalam syahadatnya? Murtadkah 35% bangsa Indonesia yang telah mendukungnya?

Wahai MUI, jadilah mereka murtad menurut fatwamu, jadilah mereka pendurhaka menurut fatwamu. Adakah mereka itu murtad dan durhaka di Mata Allah, sedangkan Allah memperjelas kemenangannya? Adakah sebuah kenyataan fakta dalam suatu bangsa itu bukanlah sebuah kenyataan Kehendak Allah? Adakah kamu melihat Allah-lah yang memenangkan mereka? Mengapa kamu tak melihatnya?

Wahai MUI, PDIP itu bukan ajaran agama, dan semboyannya pun tak menyalahi ajaran Islam. Tiadalah mereka menyuruh tunduk kepada tuhan yang lain. Tiada pula mereka menyuruh mengingkari Ajaran Allah. Bila mereka itu dituduh, jadilah mereka musuh partai Islam. Partai-partailah yang bersaing dan saling menuduh, dan Ajaran Allah yang disebutkan. Antar partai Islam pun saling menuduh, antara tokoh dan ulama saling menghujat dan memfitnah.

Wahai bangsa Indonesia, berapakah sesungguhnya keinginanmu untuk membela Ajaran Allah, padahal sesungguhnya kamu sekalian sudah bertuhankan Allah, padahal sesungguhnya tiadalah lagi kamu itu kafir. Sedangkan bila kamu menjual Ayat-ayat Allah demi ambisi dan kemenangan golongan pihakmu, ataukah menganiaya musuh–musuh politikmu, sedangkan mereka itu seiman denganmu ataupun yang sama-sama beriman kepada Allah, sedangkan kamu tak takut berbuat culas dan keji, maka janganlah kamu menyatakan dirimu beriman, melainkan semua itu adalah perbuatan orang-orang kafir.

Wahai bangsa Indonesia, bangsa yang sedang dibangkitkan, hanyalah kepada kamu yang benar-benar menjaga imanlah yang akan membawakan kebangkitan negeri ini.

Fatwa sesat MU I itu melahirkan fatwa sesat lainnya. Dan Allah melibatkan unsur wanita di dalam Dakwaan-Nya kepadamu atas dakwaan sesatmu terhadap Takdir Allah. Maukah kamu melihat, Allah-lah sendiri yang memilih wanita untuk-Nya, sedangkan aku hanya memberikan peringatan. Diingatkan kepadamu Asy Syu’araa 208:

Dan kami tiada membinasakan suatu negeri melainkan setelah ada baginya pemberi peringatan.

Utusan Tuhan wanita tak kau sanggupkan, sedangkan Kehendak Allah adalah aku, Malaikat Jibril, menjadi dirinya dan dia menyandang diriku untuk memberi peringatan. Maukah kamu melihat Fatwa-fatwa Allah melalui seorang wanita? Bila kamu tak mau melihatnya, inilah penjelasanku:

Kitab Suci Al Quran Surat Al Israa ayat 40:

Maka apakah Tuhanmu patut memilihkan anak-anak laki-laki dan Dia mengambil di antara malaikat anak perempuan? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar.

Kitab Suci Al Quran Surat Ath Thuur ayat 38:

Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata.

Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki?

Kepadaku dan kepadanya, Allah menurunkan 1000 mukjizat yang akan membukakan kebenaran Takdir Allah ini dan yang akan memenangkan kebenaran Takdir-Nya ini. Alif Laam Miim adalah pintu gerbang 1000 mukjizat yang terkandung di dalam semua kalimat mutasyabihat.

Mukjizat itu menjadikan Surga di dunia sejak Ketentuan Allah membuka rahasia “Shad” adalah Pernyataan Allah terhadap terbukanya pembatas tabir malaikat yang akan bertarung dengan dajjal. “Shad” menjadi pintu malaikat turun ke bumi.

Wahai bangsa Indonesia, di sinilah pertama kali rahasia “Shad” itu diwahyukan, menjadikan bumi menampakkan Surga, agar umat manusia mempercayai Janji Allah akan Surga. Demikian aku di dalam takdir ini, bersama para malaikat dan bidadari akan menyatakan Surga itu di hadapanmu, di hadapan seluruh umat manusia di bumi ini.

Demikian dinyatakan dalam Surat Qaaf ayat 31-32:

Dan surga didekatkan kepada orang-orang yang bertaqwa, tiada jauh.

Inilah apa yang dijanjikan kepada kamu bagi setiap orang yang kembali (taat kepada Allah) lagi memelihara (aturan Allah).

Manakah pernyataan yang paling musykil? Inilah pernyataan yang termusykil itu. Tapi aku telah menyatakan kesanggupanku menghadirkannya. Maka kujanjikan kepadamu Kun fayakun Allah untukmu, untuk Surga itu.

Inilah kelonggaran kemampuan yang diridhakan Allah atas mukjizat yang kujanjikan kepadamu tiada pembatasan di dalam Surga. Demikian Allah ingin diperlihatkan Kekuasaan dan Janji-Nya kepadamu, kepada seluruh umat manusia.

Dilarang maupun didakwa sesat, Salamullah tetaplah janji keselamatan dari Allah. Lia dan aku tetap menyatu menyajikan Berkah-berkah Allah, Janji-janji Allah dan Pertolongan Allah. Dan aku tetap akan menyampaikan hisab, azab dan kutukan, dan memberikan kesaksian atas Penilaian Allah.

Maka, janganlah mudah memperturutkan hawa nafsu. Berjuanglah di Jalan Allah hingga Ayat-ayat Allah kembali bersinar dan menyilaukan perbuatan-perbuatan biadab yang diperintahkan iblis dan dajjal. Aku turun untuk membinasakan dajjal agar negerimu ini kembali sejahtera dan menjadi negeri tempat berlabuh kebenaran yang dipercaya.

Berbaliklah dan janganlah gampang menuduh dan membuat fatwa-fatwa yang lancung dan terbatas jangkauannya. Janganlah pernah lagi menyatakan fatwa-fatwa politik, apalagi menjadikan fatwa tuduhan murtad dengan mudah, sedangkan tugasmu itu adalah untuk menuntun umat tak menjadi murtad.

Sungguh aku mendambakan kebenaran itu dapat ditegakkan kembali. Sungguhpun aku menyatakan pula melalui 1000 mukjizat yang kubawa turun, itulah aku mengumandangkan kebenaran-kebenaran dan Kekuasaan Allah.

Betapapun panorama kemukjizatan itu dapat terpandang dan dirasakan oleh seluruh umat manusia. Betapapun aku ini nyata sedang turun menjadi Rasul Allah, mempersaksikan kebesaran dan kekuasaan Allah, dan berapapun Kekuasaan Allah tak dapat dipungkirkan. Demikian aku, Malaikat Jibril, telah turun untuk mempersaksikan Kekuasaan Allah.

Salam Salamullah

Jakarta, 14 Juli 1999

Malaikat Jibril