Tags

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

gen dna

[English Version]

Adapun anggapan saintis bahwa terdapat ‘gen tuhan’ dalam tubuh manusia, kesimpulan itu disebabkan oleh adanya kepatuhan terhadap Tuhan secara umum di masyarakat dan kebutuhan rohani terhadap Tuhan. Tapi itu tak dapat menjawab Kebutuhan Tuhan terhadap manusia, ataupun sebaliknya kebutuhan manusia terhadap Tuhan. Itu semacam sinyalemen yang kontraproduktif dan nugatory. Menjadi kontraproduktif karena tak ada yang bisa diadaptasikan melalui pengertian itu. Bilamana ilmu ingin diproduktifkan niscaya melalui lingkaran ilmu itu sendiri. Sedangkan peluruhan ilmu bisa sampai kepada hal-hal yang nonsense, kalau itu ingin dipakai untuk membuktikan adanya ‘gen tuhan’ pada manusia.

Penamaan Tuhan dalam ilmu gen mau tak mau kesakralan Nama Tuhan terbawa-bawa, padahal kesamaan nama itu niscaya tak diberkati Tuhan sehingga penamaan Tuhan pada gen hanya akan menulahi dan menjadi hal-hal yang kontraproduktif.

Penamaan ‘gen tuhan’ tak bisa sampai kepada sesuatu hal yang dapat dikaitkan dengan produktivitas Ketuhanan dalam diri manusia. Dan itu pun dapat dinyatakan sebagai teori ilmiah nugatory, suatu hal yang bukan-bukan, maka sia-sia. Kalau ‘gen tuhan’ ada pada manusia, mengapa yang dominan pada manusia itu justru kecenderungan melakukan dosa? Untuk itu saja bisa diacukan sebagai suatu pertanyaan.

Persilangan habitat antara yang baik dan yang buruk pada diri manusia menjadikan manusia gampang berubah dan mempunyai kecenderungan melakukan kesalahan. Manusia menyukai dosa. Itu hukum alam pada manusia. Karena dalam hukum regulasi ruh takdir menjadi manusia adalah perjalanan takdir menurun dari takdir malaikat. Maka kecenderungan manusia menyukai dosa itu menandakan manusia sedang beregulasi menuju ke takdirnya yang buruk. Dan takdir semacam itulah yang mendominasi di dunia manusia.

Seakan arah berbalik dari takdir buruk ke takdir termulia itu sangat langka, sebagaimana Surga yang sekarang diadakan Tuhan ini sepertinya tak ada orang yang menginginkannya, kecuali segelintir orang yang datang sendiri untuk minta disucikan. Sebanyak-banyaknya manusia di dunia dan sesedikit-sedikitnya orang yang disucikan di Surga, itu membuktikan manusia yang menjalani regulasi ruh ke arah yang menuju Surga itu masih sangat langka.

Kesalahan atau dosa itu berkembang seperti deret hitung, satu kesalahan mendatangkan kesalahan yang lain, satu dusta harus dilindungi oleh dusta-dusta yang lainnya. Sementara satu kebajikan yang membuahkan kebajikan tak serta merta akan mengakibatkan teradakannya lagi perbuatan kebajikan yang lainnya. Kebajikan berkembang biak lazimnya disebabkan ada suatu tujuan baik bersama yang saling dipertemukan karena saling membutuhkan. Namun, kebajikan itu sendiri tak bisa mandiri sebelum diingat dan diinginkan. Tak seperti dosa yang selalu mengungkit rangsangan di dalam kesendirian maupun yang diinginkan bersama.

Dosa itu kini tak berjingkat-jingkat lagi, melainkan lebih patut disebutkan sebagai penyerbuan. Keterbukaan dosa bisa dilihat dari perzinahan pada semua lapisan masyarakat. Dan korupsi juga di semua lapisan masyarakat. Sementara itu kejahatan juga nyaris dilakukan oleh semua lapisan masyarakat dan umur. Tidak langka sudah anak kecil membunuh temannya.

Adapun dosa-dosa meruyak disebabkan terkumpulnya suatu kesamaan kegemaran atas suatu dosa, sebagaimana terkumpulnya orang-orang yang suka bermaksiat di lokalisasi pelacuran, atau para preman di pasar-pasar yang sengaja mencari peluang melakukan dosa di tengah keramaian.

Manusia bisa sebentar baik dan sebentar bersifat buruk. Adapun hukum alam dari setiap kesalahan adalah bahwa apa-apa yang telah diperbuat itu mempengaruhi akal dan berlanjut mempengaruhi sifat karena itu merupakan riak gelombang kesalahan. Unsur negatif dalam diri manusia jangan dibiarkan tumbuh dan berkembang.

Melalui kebiasaan berbuat baik, benar dan jujur serta tulus, unsur positif pada diri seseorang dapat tumbuh dominan. Kalau sifat-sifat baik itu terpelihara, dengan sendirinya unsur positif diri itulah yang berkembang dan dengan sendirinya unsur sifat negatif akan melemah.

Setelah begitu banyak orang suka berdusta dan memfitnah pada saat ini, kebenaran apa pun bisa diragukan. Dan memang kerancuan kebenaran pun menjadi hiasan perdebatan saja, diperdebatkan di ranah publik dan terkadang fitnahlah yang menang dan menjadilah seakan-akan benar. Kalau sudah seperti itu, bukan kesalahan yang bisa diabsurdkan, tapi kebenaranlah yang kehilangan bentuk dan absurd.

Dari padatnya fitnah-fitnah dan kebohongan, dapat dipastikan kebenaran akan hilang lenyap. Kalau sudah seperti itu, fitnah pun sendiri sudah jadi kalut seperti benang kusut. Fitnah memfitnah, serang-menyerang menjadikan fitnah berbalas fitnah. Demikian fitnah juga jadi kalut sehingga menjadi kebebas-merdekaan fitnah dan hilanglah kebenaran dan tak tersisa lagi. Fitnah jadi rancu, kebenaran pun rancu. Apa yang bisa diharapkan kalau sudah begitu? Demikian kebenaran sudah mati kutu.

Dan kebenaran rancu itu pun menjadikan kerancuan hukum dan undang-undang. Kalau semua orang rancu terhadap kebenaran dan bingung, maka siapa yang benar? Jadi, siapa yang bisa menjamin kepercayaan kalau bukannya ada Tuhan Yang Maha Kuasa di atas segala-galanya dan Maha Benar yang kini sudah mau turun tangan dan yang bertindak tegas dan mensucikan manusia melalui Surga-Nya.

Adapun pemerintahan Jokowi yang penuh semangat revolusi mental, nun tetap tak bisa menghindar dari terkooptasi oleh kebohongan massal dan pembohongan hukum yang terjadi pada lintas lembaga hukum. Dan di antara para penegak hukum itu sendiri terjadi saling memfitnah dan saling mendustakan. Calon Kapolri yang menjadi tersangka koruptor dimenangkan gugatannya oleh pra-peradilan. Dan melegendalah peristiwa itu, demikianpun melegendanya keputusan Hakim Sarpin Rizaldi, tapi dunia hukum menjadi semakin tak bertuan. Tokoh notorious juga banyak pembelanya, bahkan lebih banyak dari yang teraniaya dan terzalimi. Itu tandanya setan sudah bermuka dua, seperti kebenaran sekaligus kebatilan yang dibenarkan.

Maka pada akhirnya sulit melihat kebenaran lagi, tatkala semua orang membicarakan kebenaran untuk membenarkan yang salah. Tuduhan terlibat sensualitas demi mengadakan jerat hukum oleh Polri kepada Abraham Samad, sungguh tak layak diadakan di hadapan publik yang tidak semuanya bodoh. Publik berhak menilai dan memilih siapa yang benar, tapi hukum yang timpang bisa mengadakan ketetapan yang lain. Adapun itu adalah dosa yang niscaya bertulah. Dan hal semacam itu bisa berbalik mengenai siapa saja yang terlibat di dalamnya. Obsenitas lebih banyak terdapat di ranah keterkutukan karena di sanalah ranah pandemonium (hiruk-pikuk kerajaan iblis).

Tapi Abraham Samad telah dirugikan melalui pemikiran obsenitas lawannya karena tuduhannya terlalu sepele untuk dijadikan dakwaan pelanggaran hukum. Ah, kenapa pemerintah dan masyarakat anti korupsi tak gigih mati-matian melawan cara-cara curang dan fitnah seperti itu? Karena biarpun sedikit pegiat anti korupsi kalau tak mau mengalah terhadap mafia hukum, niscaya perjuangannya akan mewujud. Karena siapa yang tak menginginkan kebenaran itu yang menang? Sedangkan Tuhan juga tak mungkin tinggal diam.

Demikian sekarang ini fenomena kerancuan hukum semacam itu jelas telah membuntu hukum. Silang pendapat para ahli hukum dan para tokoh, tak lain adalah pertunjukan kerancuan tersebut yang semakin larut. Maka nyaris semua kebenaran tak bisa terjamin bisa dipercaya.

Kehidupan manusia penuh fitnah dan dusta yang melingkar-lingkar. Oleh karena itu, Tuhan mendatangkan Surga dan Malaikat-Nya untuk memurnikan suara hati nurani manusia kembali. Demikian Tuhan kembali berwahyu. Untuk itu, Tuhan ingin menunjukkan Perhatian-Nya kepada umat manusia yang sedang konyol kehilangan sense dan tak bisa saling mempercayai.

Maka jangan janggalkan Kewahyuan yang sedang turun sekarang ini. Inilah pencerahan yang diadakan untuk manusia agar bisa kembali peka terhadap suara hati nuraninya. Demikian kami jelaskan bahwa peluruhan komunikasi Ruh Tuhan kepada semua makhluk ciptaan Tuhan sudah merupakan hukum alam. Bahwa siapa-siapa yang menginginkan kebenaran dan memperjuangkannya dengan sigap dan serius tanpa patah perlawanan, maka niscaya mereka akan terasah hati nuraninya mendengarkan suara malaikat memberikan petunjuk dan arahan dari Tuhan.

Adapun dalam hati sanubari setiap manusia, terdapat rongga yang dapat terpakai sebagai ruang komunikasi dengan Tuhan. Dan dalam kesadaran titik terendah pun, umat manusia masih selalu mengharap Kehadiran Tuhan dalam diri mereka, kecuali mereka yang atheis.